Contoh PTK Guru IPS
Penelitian Tindakan Kelas
Gambar : dok. pribadi
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul: “Peningkatan Hasil Belajar Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL Siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang”.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL Siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian Tindakan (action Research) yang terdiri dari 2 (dua) siklus, dan setiap siklus terdiri dari: Perencanaan, Pelaksanaan, Pengamatan, dan refleksi.
Berdasarkan hasil penelitian tindakan bahwa Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL dapat Meningkatkan Hasil Belajar Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia Siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang.
Selanjutnya peneliti merekomendasikan: (1) Bagi Guru yang mendapatan kesulitan yang sama dapat menerapkan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL untuk meningkatkan Hasil Belajar. (2) Agar mendapatkan hasil yang maksimal maka dihaharapkan guru lebih membuat Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL yang lebih menarik dan bervariasi.
Kata kunci: Hasil Belajar, Pembelajaran Kooperatif SAL
BAB I
PENDAHULUAN
-
- Latar Belakang Masalah
Pendidikan sebagai suatu usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa agar menjadi manusia seutuhnya berjiwa Pancasila.Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional juga menyatakan sebagai berikut:
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
Disamping itu, pendidikan juga merupakan suatu sarana yang paling efektif dan efisien dalam meningkatkan sumber daya manusia untuk mencapai suatu dinamika yang diharapkan.
Berdasarkan hasil ulangan harian yang dilakukan di Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang, Kabupaten Barito Timur, diperoleh informasi bahwa hasil belajar Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia siswa rendah di bawah standar ketuntasan Minimal yaitu dibawah 70.
Faktor-faktor yang menyebabkan keadaan seperti di atas antara lain :
- Kemampuan kognitif siswa dalam pemahaman konsep – konsep Pendidikan Sejarah masih rendah,
- Pembelajaran yang berlangsung cenderung masih monoton dan membosankan,
- Siswa tidak termotivasi untuk belajar Pendidikan Sejarah hanya sebagai hafalan saja.
Dengan belajar secara menghapal membuat konsep–konsep Sejarah yang telah diterima menjadi mudah dilupakan. Hal ini merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh seorang guru. Guru dituntut lebih kreatif dalam mempersiapkan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Dikembangkan, misal dalam pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran sebagai salah satu bentuk strategi pembelajaran. Kesiapan guru dalam memanajemen pembelajaran akan membawa dampak positif bagi siswa diantaranya hasil belajar siswa akan lebih baik dan sesuai dengan indikator yang ingin dicapai. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesiaadalah Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL karena siswa dapat terlibat aktif karena memiliki peran dan tanggung jawab masing–masing, sehingga aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung meningkat.
Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL merupakan suatu metode mengajar dengan membagikan lembar soal dan lembar jawaban yang disertai dengan alternatif jawaban yang tersedia. Siswa diharapkan mampu mencari jawaban dan cara penyelesaian dari soal yang ada.
Berdasarkan uraian diatas, maka sebagai peneliti merasa penting melakukan penelitian terhadap masalah di atas. Oleh karena itu, upaya meningkatkan hasil belajar Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia siswa dilakukan penelitian Tindakan Kelas dengan judul: “Peningkatan Hasil Belajar Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL Siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang “.
-
- Perumusan Masalah
Memperhatikan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permsalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL dapat meningkatkan hasil belajar Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesiasiswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang?”
-
- Tujuan Penelitian
Meningkatkan hasil belajar Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesiamenggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang.
1.4 Manfaat Penelitian
Setelah penelitian selesai diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
- Bagi peneliti : penelitian ini dapat mempengaruhi pembelajaran, membantu untuk meningkatkan hasil belajar Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia, memberikan alternative pembelajaran yang aktif, kreatif efektif, dan menyenangkan bagi siswa, serta meningkatkan mutu pembelajaran Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia.
- Bagi siswa : untuk meningkatkan pemahaman konsep Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia sehingga pelajaran Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia menjadi lebih sederhana.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
-
- Kajian Teori
- Pengertian Hasil Belajar
- Kajian Teori
Menurut Bloom (dalam Sudjana, 2012: 53) membagi tiga ranah hasil belajar yaitu :
- Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
- Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi penilaian, organisasi, dan internalisasi.
- Ranah Psikomotorik
Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemauan bertindak, ada enam aspek, yaitu: gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, ketrampilan membedakan secara visual, ketrampilan dibidang fisik, ketrampilan komplek dan komunikasi.
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua factor utama yaitu:
- Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya,
motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.
- Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, terutama kualitas pengajaran.
Hasil belajar yang dicapai menurut Nana Sudjana, melalui proses belajar mengajar yang optimal ditunjukan dengan ciri – ciri sebagai berikut.
- Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar
intrinsic pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi rendah
dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau
setidaknya mempertahankanya apa yang telah dicapai.
- Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya.
- Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya.
- Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, keterampilan atau prilaku.
- Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.
Oleh karena itu, guru diharapkan dapat mencapai hasil belajar,
Setelah melaksanakan proses belajar mengajar yang optimal sesuai
dengan ciri-ciri tersebut di atas.
-
-
- Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL
-
Pembelajaran Student Active Learning (SAL) adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal menurut Gagne dan Briggs (dalam Suyatno, 2011: 10).
Pembelajaran aktif (Active Learning) adalah pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk melakukan sesuatu dan berfikir mengenai apa yang dikerjakannya. Dengan demikian esensi pembelajaran aktif sesungguhnya adalah belajar bagaimana belajar (lear how to learn). Bruce Lee menegeskan bahwa “learning is definitely not more imitation, nor is it the ability to accumulate and regurgitate fixed knowledge. Learning is constant process of discovery, a process without end”. (Beattie, 2005)
Definisi ini memberikan pengertian bahwa pembelajaran bukan hanya sekedar menirukan, mmengakumulasikan dan mengulang informasi dan pengetahuan yang telah diterima, akan tetapi belajar itu lebih kepada proses yang berkelanjutan untuk menemukan sesuatu informasi. Belajar adalah sebuah proses tiada henti. Pengertian ini memberikan arti bahwa belajar adalah aktifitas yang dilakukan siswa bukan apa yang dilakukan oleh guru.
Lebih detail, Ujang dkk mendefinisikan active learning atau pembelajaran aktif sebagai kegiatan membangun makna/pengertian terhadap pengalaman dan informasi (peristiwa, fakta, persepsi, pendapat, perspektif, sikap, perilaku, data, proposisi, kaidah, norma, nilai, paradigma) yang dilakukan oleh si pembelajar, bukan oleh si pengajar. Kegiatan menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggungjawab belajar si pembelajar, sehingga berkeinginan terus untuk belajar selama hidupnya dan tidak tergantung pada guru/orang lain apabila mereka mempelajari hal-hal baru (Sukandi, 2002).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Kesimpulan ini memberikan pemahaman bahwa:
- Aktifitas belajar dilakukan siswa.
- Belajar lebih pada proses menemukan.
- Tugas guru adalah menciptakan suasana belajar bagi siswa.
Penerapan active learning di kelas didasarkan pada prinsip bahwa belajar terbaik bagi siswa adalah dengan melakukan, dengan menggunakan semua inderanya dan dengan mengeksplorasi lingkungannya yang terdiri atas orang, hal, tempat, dan kejadian yang terjadi dalam kehidupan nyata (pembelajaran konstektual). Selain itu melalui belajar dari pengalaman langsung dan nyata hasil belajar akan lebih optimal dan bermakna bagi siswa (Stanford, 2007).
2.1.1 Indikator Student Active Learning
Menurut Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas (2010), berikut ini disajikan sejumlah indikator atau ciri-ciri terjadinya pembelajaran aktif pada setting kelas:
- Kegiatan belajar suatu kompetensi dikaitkan dengan kompetensi lain pada suatu mata pelajaran atau mata pelajaran lain. Setiap siswa mempunyai beberapa kemampuan dan kecerdasan yang banyak dan setiap kecerdasan tersebut harus dikaitkan antara satu domain yang lain seperti ketika siswa berdiskusi, maka disamping mereka ada beberapa kemampuan yang dikembangkan yang saling terkait diantaranya kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, kemampuan logika, menganalisa, kemampuan bahasa dan lain-lain.
- Kegiatan belajar menarik minat peserta didik. Pembelajaran akan menarik siswa jika sesuai dengan dunia siswa. Untuk itu proses pembelajaran hendaknya didekati dari kegemaran dan kesenangan.
- Kegiatan belajar terasa menggairahkan peserta didik. Kegiatan pembelajaran akan lebih optimal jika prosesnya disajikan dengan memberikan tantangan bagi siswa, dengan tantangan itu siswa akan termotivasi untuk mengikuti proses tersebut hingga akhir pelajaran.
- Semua peserta didik terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar. Aktifitas belajar aktif hendaknya melibatkan setiap individu di kelas. Sehingga tidak ada siswa yang mendominasi proses pembelajaran di kelas, dengan demikian setiap siswa akan bekerja untuk mengoptimalkan kemampuan masing-masing baik secara fisik maupun pikiran.
- Mendorong peserta didik berfikir secara aktif dan kreatif. Dengan pembelajaran aktif siswa akan berperan aktif dalam mencari informasi secara mandiri, kreatif dan bertanggungjawab.
- Saling menghargai pendapat dan hasil kerja (karya) teman. Penghargaan terhadap karya siswa akan menumbuhkan motivasi belajar siswa. Apapun hasil karya siswa, siswa patut untuk dihargai, penghargaan atas proses dan kinerja mereka, bukan hasilnya.
- Mendorong rasa ingin tahu peserta didik untuk bertanya. Sebagai indikator dariproses berfikir adalah “pertanyaan”, karena itu pembelajaran aktif harus merangsangkan siswa untuk selalu bertanya sehingga otak siswa akan terus bekerja. Kemampuan bertanya merupakan kunci dari keberhasilan siswa dalam merespon informasi.
- Mendorong peserta didik melakukan ekplorasi (penjelajahan). Aktivitas siswa dalam pembelajaran hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi pengetahuan sendiri dengan melalui simulasi, pengamatan terhadap suatu kasus atau teknik yang lain.
- Mendorong peserta didik mengekspresikan gagasan dan perasaan secara lisan, tertulis, dalam bentuk gambar, produk 3 dimensi, gerak, tarian dan atau permainan.
- Mendorong siswa agar tidak takut berbuat salah.
- Menciptakan suasana senang dalam melakukan kegiatan belajar.
- Mendorong peserta didik melakukan variasi kegiatan individual (mandiri), pemasangan, kelompok, dan atau seluruh kelas. Pembelajaran aktif hendaknya memberikan pengalaman belajar kepada siswa secara individual, kompetisi dan kerjasama.
2.1.2 Suasana Pembelajaran Student Active Learning
Suasana yang diharapkan dalam SAL adalah Suasana yang membuat siswa melakukan:
- Pengalaman
Anak belajar banyak melalui berbuat. Pengalaman langsung/nyata mengaktifkan lebih banyak indera. Ada interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Berikut adalah hal-hal yang dilakukan oleh guru agar siswa mendapat pengalaman belajar.
Siswa
|
Guru
|
- Interaksi
Ada suasana diskusi, saling bertanya dan saling mempertanyakan pendapat, ide dan gagasan, agar dapat membangun hubugan?hubungan baru dan berani mengungkapkan pendapat tanpa rasa takut.
Pada saat orang lain mempertanyakan pendapat kita atau apa yang kita kerjakan, maka kita akan terpacu untuk menjelaskan lebihh lanjut sehingga kualitas pendapat itu menjadi lebih baik. Berikut adalah hal-hal yang dilakukan oleh guru agar siswa dapat melakukan interaksi:
Siswa
|
Guru
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.2 Strategi SAL: Modelling the Way
Ada banyak strategi yang dapat digunakan dalam menerapkan student active learning dalam pembelajaran di sekolah. Mel Silberman (dalam Hartono, 2001: 3) mengemukakan 101 bentuk strategi yarg dapat digunakan dalam pembelajaran aktif. Kesemuannya dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang diinginkan dapat di capai oleh anak. Berdasarkan tujuan dan karakteristiknya, strategi SAL digolongkan menjadi 5 kelompok, sebagai berikut:
- Based on Card
- Question student have
- Index card match
- Card sort
- Everyone is teacher here
- Billboard ranking
- Based on Discussing
- Active debate
- Point counter point
- Jigsaw learning
- The power of two
- Active knowledge sharing
- Based on Text
- Scrabble text
- Crossword puzzle
- Reading guide
- Guide note taking
- Based on Demonstration
- Modelling the way
- Silent demonstration
- Based on Question
- Giving question and getting answer
- Information search
- Planted question
- Learning. start with question
Based on Demontration (Berbasis Demonstrasi)
Nama Strategi : Modelling The Way (Membuat Contoh Praktik)
Tujuan : Untuk mempraktikkan keterampilan spesifik untuk dipelajari di kelas melalui dernonstrasi, dengan memberikan kebebasan kepada siswa menentukan skenarionya sendiri.
Letak Kegiatan : Kegiatan inti
Aplikasi : Seluruh bidang studi
Langkah-langkah :
- Setelah pembelajaran satu topik tertentu, carilah topik-topik yang menurut siswa untuk mencoba/mempraktikkan keterampilan yang baru diterangkan.
- Bagilah siswa ke dalam beberapa kelompok kecil sesuai dengan jumlah mereka. Kelompok-kelompok ini akan mendemonstrasikan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan skenario yang dibuat.
- Beri siswa waktu 10 - 15 menit untuk menciptakan skenario kerja.
- Beri waktu 5 - 7 menit untuk berlatih.
- Secara bergiliran tiap kelompok diminta mendemonstrasikan kerja masingmasing. Setelah demonstrasi selesai, beri kesempatan kepada kelompok yang lain untuk memberikan masukan kepada setiap demonstrasi yang dilakukan.
- Guru memberi penjelasan secukupnya untuk mengklarifikasi
Variasi:
- Jumlah anggota bisa lebih banyak dengan menambah peran sebagai pengarang skenario, sutradara dan penasehat.
- Ciptakan skenario spesifik dan tujuan tertentu (Suyatno, 2011 : 45).
2.3 Hasil Belajar Siswa
Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam juprimalino.blogspot.com, 2011), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran,
Menurut Hamalik (2006:30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai
melalui tiga kategori ranah, dua diantaranya adalah kognitif, dan efektif.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa Setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi Howard Kingsley membagi 3 macam hasil belajar:
- Keterampilan dan kebiasaan
- Pengetahuan dan pengertian
- Sikap dan cita-cita
(www.blogspot.corn/2017/05/ Pengertian-Hasil-Belajar-Menurut-Para-Ah1i html.scribd.com).
-
-
- Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia
-
Secara geografis letak wilayah Indonesia memiliki arti penting bagi masuknya unsur-unsur kebudayan dari luar karena wilayah Indonesia menjadi jalur perdagangan internasional. Kondisi ini memungkinkan rnasyarakat Indonesia untuk berinteraksi dengan bangsa-bangsa asing dari berbagai belahan dunia. Interaksi tersebut menghasilkan keragaman sosial dan budaya yang unik.
Keragaman dan keunikan budaya Indonesia menciptakan ketertarikan bagi orang-orang luar negeri. Mereka datang ke Indonesia untuk melihat atau mempelajari kebudayaan daerah tertentu. Tahukah kamu dari mana munculnya keragaman tersebut? Apa kontribusi keragaman sosial budaya terhadap kehidupan di Indonesia? Pada bab ini, kamu akan mempelajari keanekaragaman budaya Indonesia khususnya pada era Praaksara, Hindu-Buddha, dan Islam. Sejumlah informasi tidak termuat dalam materi bab ini, tetapi kamu, dapat menelusurinya dari bebagai sumber, baik dari buku maupun internet.
- Bentuk-Bentuk Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena memiliki kemampuan berpikir, perasaan, dan keterampilan. Dengan kemampuan ini, manusia dapat menentukan sendiri cara untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengubah lingkungannya. Sebagai contoh, manusia membuat tempat tinggal atau membuat senjata untuk mempertahankan diri. Manusia juga membuat serangkaian aturan dan norma-norma untuk bergaul dan mengatur kelompoknya. Dengan demikian, manusia menghasilkan berbagai macam norma, aturan, benda, lembaga, atau hal-hal lain untuk mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhannya. Karya-karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan hidup disebut hasil budaya.
Sebelum mempelajari keragaman budaya Indonesia lebih jauh, kamu perlu mcngetahui apa itu kebudayaan. Kebudayan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Kebudayaan ada dua macam, yaitu kebudayaan jasmani dan kebudayaan rohani. Kebudayaan jasmani adalah kebudayaan yang dapat dirasakan, diraba dan dilihat secara nyata. Contohnya alat-alat tradisional, pakaian adat, kesenian, adat istiadat, arsitektur bangunan, dan lainnya. Kebudayaan rohani adalah kebudayaan yang hanya dapat dirasakan, namun tidak dapat dilihat atau diraba. Contohnya, kepercayaan dan ideolgi.
- Keragaman Suku Bangsa
Ayo perhatikan Gambar 4.1! Dua orang yang terdapat pada gambar berasal dari suku yang berbeda. Gambar pertama menunjukkan orang dari suku Jawa. Gambar kedua menunjukkan orang dari suku Dayak. Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan suku? Suku adalah suatu kesatuan masyarakat atas dasar kesamaan bahasa, budaya dan tempat tinggal. Misalnya suku Dayak, mereka tinggal di Pulau Kalimantan, mereka memiliki bahasa dan beradat istiadat Dayak. Demikian pula suku Jawa, mereka tinggal di Pulau Jawa, mereka berbahasa dan beradat istiadat Jawa.
Daerah asal suku-suku di Indonesia tersebar di berbagai daerah. Setiap suku memiliki kebiasaan hidup yang berbeda-beda. Kebiasaan hidup ini menjadi budaya dan ciri khas suku masing-masing hingga membentuk suatu keragaman budaya. Agar kamu tahu mendapat gambaran tentang persebaran suku bangsa di Indonesia.
- Keberagaman Bahasa
Ayo, perhatikan teman-teman di kelasmu! Adakah yang menggunakan dialek atau bahasa yang berbeda? Dari daerah mana sajakah mereka berasal? Apakah mereka setiap saat menggunakan bahasa daerah mereka? Kita harus bersyukur karena indonesia memiliki sekitar 746 bahasa daerah.
Bahasa daerah adalah bahasa yang dituturkan di daerah tertentu. Bahasa daerah digunakan untuk percakapan atau komunikasi untuk suku yang sama. Setiap susku memiliki bahasa yang berbeda dari logat dan dialeknya yang khas. Itulah ciri khusus setiap bahasa daerah. Pada perkembangannya, bahasa daerah memperkaya bahasa Indonesia. Mengapa demikian? Karena banyak kosakata bahasa daerah yang dibakukan ke dalam bahasa Indonesia. Dari berbagai sumber, beberapa bahasa daerah yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- Keberagaman Budaya
Kamu sudah memahami bahwa di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa. Nah karena Indonesia memiliki beragam suku bangsa, bentuk kebudayaannya juga beragam. Setiap daerah memiliki kebudayaan yang khas. Bagaimana keragaman budaya daerah dapat dikenal? Keragaman budaya daerah dikenali melalui bentuk-bentuk pakaian adat, lagu daerah, tarian daerah, rumah adat, alat musik, seni pertunjukan, upacara adat, dan lain-lain.
- Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keragaman Sosial Budaya
- Kondisi Kepulauan
Indonesia terdiri atas ribuan pulau sehingga disebut negara kepulauan. Kepulauan Indonesia merupakan gugusan yang terpanjang dan terbesar di dunia. Kondisi inilah yang menyebabkan munculnya keanekaragaman budaya. Mengapa demikian? Pulau-pulau di Indonesia dikelilingi oleh lautan sehingga penduduk di setiap pulau hidup dan menetap terpisah satu sama lain. Selanjutnya, penduduk membentuk suku sendiri-sendiri. Setiap suku memiliki kebiasaan hidup dan adat istiadat yang berbeda. Perbedaan kebiasaan hidup umumnya dipengaruhi oleh lingkungan alam tempat tinggal. Lama-kelamaan kebiasaan hidup dan adat istiadat menjadi budaya. Budaya itu mereka wariskan kepada generasi penerusnya secara turun-temurun dan terus dilestarikan hingga saat ini. Perbedaan-perbedaan budaya inilah yang kemudian membentuk keragaman budaya di Indonesia.
- Persebaran Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Secara garis besar, di Indonesia terdapat tiga kelompok ras yang berbeda. Mereka adalah Melanosoid, Proto Melayu (Melayu Tua) dan Deutro Melayu. Kelompok ras ini diyakini sebagai nenek moyang bangsa Indonesia. Mereka hidup dan menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Kelompok ras Melanosoid menyebar di Kepulauan Indonesia bagian Timur, dan Papua. Kelompok ras Proto Melayu (Melayu Tua) menyebar di daerah Kalimantan, Sulawesi, Lombok, dan Sumatra. Kelompok ras Deutro Melayu (Melayu Muda) menyebar di pulau-pulau Jawa, Bali, Madura, Sumatra, dan Sulawesi. Persebaran mereka dapat diketahui dari persebaran hasil kebudayaan masa Praaksara, yang terdiri atas hasil kebudayaan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam, dan masa perundagian.
- Hasil dan Sebaran Kebudayaan Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
- Kapak Genggam/ Kapak Perimbas
Kapak perimbas adalah jenis kapak yang digenggam dan berbentik masif. Kapak ini tidak memiliki tangkai dan digunakan dengan cara menggenggam. Alat ini berupa batu yang dibentuk menjadi semacam kapak. Teknik pembuatannya masih kasar, dan tidak mengalami perubahan dalam waktu yang panjang, bagian tajam kapak kenis ini hanya pada satu sisi. Tempat ditemukannya antara lain di Lhat (sumatra Selatan), Kamuda (Lampung), Bali, Flores, Timor, Punung (Pacitan, Jawa Timur), Jampang Kulon (Suka Bumi, Jawa Barat), Paringgi, Tambangsawah (Bengkulu).
- Kapak Penetak
Kapak penetak dibuat dari fosil kayu. Kapak penetak memiliki bentuk yang hampir sama dengan kapak perimbas, bagian tajamnya berliku-liku. Kapak penetak ini bentuknya lebih besar daripada kapak perimbas dan cara pembuatannya masih kasar. Kapak ini berfungsi untuk membelah kayu, pohon, bambu, atau disesuaikan dengan kebutuhannya. Kapak penetak ini ditemukan di hampir seluruh wilayah Indonesia.
- Pahat Genggam
Pahat genggam dibuat dari kalsedon dan fosil kayu, berukuran sedang dan kecil. Pahat genggam memiliki bentuk yang lebih kecil dari kapak genggam. Para ahli menafsirkan bahwa pahat genggam mempunyai fungsi untuk menggemburkan tanah. Alat ini digunakan untuk mencari umbi-umbian yang dapat dimakan.
- Alat Serpih
Alat serpih merupakan batu pecahan sisa pembuatan kapak genggam yang dibentuk menjadi tajam. Alat tersebut berfungsi sebagai serut, gurdi, penusuk, dan pisau. Tempat ditemukannya alat serpih ini antara lain di Punung (Pacitan, Jawa Timur), Lahat, Cabbenge, dan Mengeruda (Bagian Barat Flores, NTT).
- Alat-alat dari Tulang
Alat-alat dari tulang dibuat dari tulang-tulang binatang buruan, seperti tanduk menjangan, duri ikan pari, ada kemungkinan digunakan sebagai mata tombak. Alat-alat itu ditemukan di Goa Lawang di daerah Gunung Kendeng, Bojonegoro. Di gua-gua di daerah Tuban (Gua Gedeh dan Gua Kandang) ditemukan alat-alat dari kulit kerang berbentuk sabit (lengkung).
Peninggalan-peninggalan hasil kebudayaan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan ditemukan di berbagai daerah. Agar kamu mendapat gambaran yang lebih jelas tentang persebaran hasil budaya ini, perhatikan Mata panah mencerminkan kehidupan masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Mata panah banyak ditemukan di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Tempat-tempat penemuan mata panah di Jawa Timur antara lain adalah di Sampung (Gua Lawa), Tuban (Gua Gede dan Gua Kandang), Besuki (gua Petpuruh) dan Bojonegoro (Gua Keramat). Di Sulawesi Selatan, alat ini antara lain ditemukan dibeberapa gua di Pegunungan Kapur Bone (Gua Cakondo, Tomatoa Kacicang, Ara, Bola Batu, Pattae) dan dibeberapa gua diPegunungan Kapur Maros dan sekitarnya.
Ada perubahan bentuk antara mata panah Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Mata panah di Sulawesi Selatan biasanya berukuran kecil dan tipis. Penyiapan bentuk tidak dikerjakan pada seluruh permukaan, hanya pada bagian tajamnya. Si Jawqa Timur, mata panah dibuat jauh lebih teliti, pada umumnya berbentuk segitiga dengan rata-rata ketebalan 1 cm. Bagian ujung dan tajamannya ditatah dari dua arah sehingga menghasilkan ketajaman yang bergerigi atau berliku-liku dan tajam.
4) Gerabah
Hasil temuan arkeologi membuktikan bahwa benda-benda gerabah mulai dikenal pada masa bercocok tanam. Gerabah terbuat dari tanah liat yang dibakar. Pada masa bercocok tanam, alat ini dibuat secara sederhana. Semua dikerjakan dengan tangan.
Gerabah ditemukan di daerah Kendeng Lembu (Banyu Wangi), Klapadua (Bogor), Serpong (Tanggerang), Bali, Lalumpang dan Minanga Sipakka (Sulawesi) serta beberapa daerah lain di Indonesia.
5) Perhiasan
Pada masa bercocok tanam, sudah dikenal perhiasan berupa gelang yang terbuat dari batu dan kerang. Perhiasan seperti ini umumnya ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
6) Bangunan Megalitik
Megalitik berasal dari kata mega yang artinya besar, dan lithos yang artinya batu. Tradisi pendirian bangunan-bangunan megalitik selalu didasarkan pada kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati. Jasa dari seseorang yang telah meninggal diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar yang menjadi medium penghormatan. Bangunan-bangunan batu tersebut dapat berupa menhir, dolmen, punden berundak, waruga, sarkofagus, dan kubur batu. Peninggalan kebudayaan ini banyak terdapat di Nias, Flores, Sumba, dan Toraja.
- Menhir adalah bangunan berupa batu tegak atau tugu yang berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang atau tanda peringatan untuk orang yang telah meninggal.
- Dolmen adalah bangunan berupa meja batu, terdiri atas batu lebar yang ditopang oleh beberapa batu yang lain. Dolmen berfungsi sebagai tempat persembahan untuk memuja arwah leluhur. Disamping sebagai tempat pemujaan, dolmen juga berfungsi sebagai pelinggih, tempat duduk untuk kepala suku atau raja. Dolmen ditemukan bersama dengan kubur batu.
- Kubur peti batu adalah tempat menyimpan mayat. Kubur peti batu ini dibentuk dari enam buah papan batu, dan sebuah penutup peti. Papan-papan batu itu disusun secara langsung dalam lubang yang telah disiapkan terlebih dahulu, dan biasanya diletakkan membujur dengan arah timur-barat. Kubur peti batu terdapat di Tegurwangi (Sumatra Selatan), Wonosari (DI Yogyakarta), dan Jawa Barat.
- Sarkofagus adalah bangunan berupa kubur batu yang berbentuk seperti lesung dan diberi tutup. Sarkofagus banyak ditemukan di daerah Bali.
- Waruga merupakan peti kubur batu dalam ukuran yang kecil. Bentuknya kubus dan bulat. Waruga banyak ditemukan di Sulawesi Tengah.
- Punden berundak adalah bangunan bertingkat yang dihubungkan tanjakan kecil. Punden berundak berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang.
Peninggalan-peninggalan hasil kebudayaan pada masa bercocok tanam ditemukan di berbagai daerah. Agar kamu mendapat gambaran yang lebih jelas tentang persebaran hasil budaya ini.
- Hasil dan Sebaran Kebudayaan Masa Perundagian
- Nekara
Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, Nekara ialah semacam tambur besar dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atasnya tertutup. Pada nekara, terdapat pola hias yang beraneka ragam. Pola hias yang dibuat ialah pola binatang, geometrik, gambar burung, gambar gajah, gambar ikan laut, gambar kijang, gambar harimau, dan gambar manusia. Dengan hiasan yang demikian beragam, nekara memiliki nilai seni yang cukup tinggi. Nekara ditemukan antara lain di Jawa, Sumatra, Bali, Kepulauan Kei dan Papua.
- Moko
Bentuk moko menyerupai nekara yang lebih ramping. Bidang pukulnya menjorok keluar, bagian bahu lurus dengan bagian tengah yang membentuk silinder dan kakinya lurus serta melebar di bagian bawah. Moko banyak terdapat di Pulau Alor.
- Kapak Perunggu
Heekeren mengklasifikasikan kapak perunggu dalam tiga golongan, yaitu kapak corong (kapak sepatu), kapak upacara, dan tembilangan atau tajak. Kapak ini disebut kapak corong karena bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah. Ke dalam corong itu dimasukkan tangkai kayu yang menyiku pada bidang kapak. Kapak tersebut disebut juga kapak sepatu karena hampir mirip dengan sepatu. Bentuk bulat, panjang sisinya, dan terbuat dari logam. Kapak perunggu ditemukan antara lain di Sumatra Selatan, Jawa Barat, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, Pulau Selayar, dan Papua.
- Bejana Perunggu
Bejana perunggu berbentuk bulat panjang seperti tempat ikan yang diikatkan di pinggang. Bejana ini dibuat dari dua lempengan perunggu yang cembung, yang dilekatkan dengan pacuk besi pada sisinya. Pola hias benda ini tidak sama susunannya. Bejana ini ditemukan di daerah Madura (Asemjaran, Sampang) dan Sumatra (Kerinci).
- Perhiasan Perunggu
Perhiasan yang terbuat dari perunggu, emas, dan besi banyak ditemukan di hampir semua wilayah Indonesia. Gelang, cincin, bandul kalung dari perunggu pada umumnya dibuat tanpa hiasan. Namun, ada juga yang dihias dengan pola geometris atau pola bintang. Gelang yang mempunyai hiasan pada umumnya besar dan tebal. Pola hias pada gelang ini berupa pola timpal, garis, tangga, dan duri ikan. Pola hias lainnya adalah spiral yang disusun membentuk kerucut. Mata cincin yang berbentuk kambing jantan ditemukan di daerah Kedu ( Jawa Tengah).
- Arca Perunggu
Arca/ patung perunggu yang ditemukan di Indonesia mempunyai bentuk yang beragam, ada yang berbentuk manusia dan binatang. Posisi manusia dalam bentuk arca ada yang dalam keadaan berdiri, sikap bertolak pinggang, memegang panah, menari dan sedang naik kuda. Arca dengan sikap bertolak pinggang ditemukan di Bogor. Patung manusia yang sedang memegang panah ditemukan di Lumajang (Jawa Timur).
Arca berbentuk binatang ada yang berupa arca kerbau yang sedang berbaring, kuda sedang berdiri, dan kuda dengan pelana. Tempat ditemukan arca-arca tersebut, yaitu di Bangkinang (Riau), Lumajang, Palembang, dan Bogor.
Peninggalan-peninggalan hasil kebudayaan pada masa bercocok tanam ditemukan di berbagai daerah.
BAB III
METODE PENELITIAN
-
- Seting Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SMPN 1 Karusen Janang Kabupaten Barito Timur Propinsi Kalimantan Tengah Tahun Pelajaran 2017/2017, yang berada di luar kota sekitar 40 km dari kota Kabupaten. SMPN 1 Karusen Janang Kabupaten Barito Timur Propinsi Kalimantan Tengah mempunyai fasilitas yang hampir lengkap dengan adanya Perpustakaan yang cukup memadahi, Laboratorium IPA, Laboratorium Komputer dan lain-lain. Dengan jumlah guru sebanyak 17 orang Guru PNS terdiri dari 9 guru PNS Laki-laki, 8 guru PNS Perempuan dan 5 Guru PHL terdiri dari 2 guru PHL Laki-laki dan 3 guru PHL perempuan serta 3 Tenaga administrasi.
-
- Objek Penelitian
Objek Penelitian ini adalah Siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah dengan jumlah siswa sebanyak 23, yang terdiri dari 12 siswa laki – laki dan 11 siswa perempuan.
-
- Prosedur Penelitian
Waktu Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Februari sampai dengan Nopember 2017. Penelitian ini pada materi Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia diajarkan. Penelitian ini direncanakan sebanyak 2 siklus masing – masing siklus 1 kali pertemuan. Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas dengan Siklus.
- Siklus I
Pada siklus ini membahas subkonsep Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia.
- Tahap Perencanaan
Pada tahap ini dilakukan persiapan–persiapan untuk melakukan perencanaan tindakan dengan membuat silabus, rencana pembelajaran, lembar observasi guru dan siswa, lembar kerja siswa, dan membuat alat evaluasi berbentuk tes tertulis dengan model pilihan ganda.
- Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan :
- Guru menjelaskan materi Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia secara klasikal.
- Pengorganisasian siswa yaitu dengan membentuk 5 kelompok, masing–masing kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa, kemudian LKS dan siswa diminta untuk mempelajari LKS.
- Dalam kegiatan pembelajaran secara umum siswa melakukan kegiatan sesuai dengan langkah–langkah kegiatan yang tertera dalam LKS, diskusi kelompok, diskusi antar kelompok, dan menjawab soal – soal. Dalam bekerja kelompok siswa saling membantu dan berbagi tugas. Setiap anggota bertanggung jawab terhadap kelompoknya.
- Tahap Observasi
Pada tahapan ini dilakukan observasi pelaksanaan tindakan, aspek yang diamati adalah keaktifan siswa dan guru dalam proses pembelajaran menggunakan lembar observasi aktivitas dan respon siswa serta guru. Sedangkan peningkatan hasil belajar siswa diperoleh dari tes hasil belajar siswa.
- Tahap Refleksi
Pada tahap ini dilakukan evaluasi proses pembelajaran pada siklus I dan menjadi pertimbangan untuk merencanakan siklus berikutnya. Pertimbangan yang dilakukan bila dijumpai satu komponen dibawah ini belum terpenuhi, yaitu sebagai berikut :
- Siswa mencapai ketuntasan individual ≥ 70.
- Ketuntasan klasikal jika ≥ 85% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan individual yang diambil dari tes hasil belajar siswa.
- Siklus II
Hasil refleksi dan analisis data pada siklus I digunakan untuk acuan dalam merencanakan siklus II dengan memperbaiki kelemahan dan kekurangan pada siklus I. Tahapan yang dilalui sama seperti pada tahap siklus I.
-
- Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang diterapkan dalam PTK ini yaitu :
-
- Observasi dilakukan oleh guru yang bersangkutan dan seorang
kolaborator untuk merekam perilaku, aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung menggunakan lembar observasi.
b. Tes hasil belajar untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa.
Instrumen yang digunakan pada Penelitian Tindakan Kelas ini terdiri dari:
- Lembar Test / ulangan harian untuk mengetahui hasil belajar siswa.
- Lembar observasi siswa untuk mengetahui tingkat motivasi siswa.
- Lembar observasi Guru untuk mengetahui kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh Guru.
- Teknik Analisa Data
Data hasil penelitian selanjutnya dianalisis secara Deskriptif, seperti berikut ini :
1. Data tes hasil hasil belajar digunakan untuk mengetahui ketuntasan
Belajar siswa atau tingkat keberhasilan belajar pada materi Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) secara individual jika siswa tersebut mampu mencapai nilai 70.
Ketuntasan klasikal jika siswa yang memperoleh nilai 70 ini jumlahnya sekitar 85% dari seluruh jumlah siswa dan masing – masing di hitung dengan rumus, menurut Arikunto (2012: 24) sebagai berikut:
P=FN x 100%
Dimana : P = Prosentase
F = frekuensi tiap aktifitas
N = Jumlah seluruh aktifitas
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi kondisi Awal
1. Perencanaan
Pada tahap perencanaan guru mempersiapkan tindakan berupa rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan Metode Pembelajaran Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL pada Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia. Disamping itu guru juga membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) dan menyusun lembar observasi aktifitas guru dan siswa. Selanjutnya, guru membuat tes hasil belajar. Sebelum pelaksanaan tindakan dilakukan di kelas, guru dan observer mendiskusikan lembar observasi.
-
- Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan dilaksanakan pada hari Jumat 2 Februari 2017 dari pukul 07.00 s.d 08.20 WIB. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Waktu yang dialokasikan untuk kegiatan pendahuluan adalah 10 menit, sedangkan alokasi waktu untuk kegiatan inti adalah 50 menit dan alokasi kegiatan penutup sebesar 20 menit.
Pada kegiatan pendahuluan, guru melakukan tiga kegiatan, yaitu (1) menyapa dan mengecek kehadiran siswa, (2) melakukan icebreaking berupa menyanyi, (3) menggali pengetahuan siswa dan mengaitkan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan selanjutnya. Kegiatan icebreaking yang dilakukan guru.
Melalui kegiatan inti mendesain kegiatan agar siswa dapat mengalami proses menemukan, menamai dan mempresentasikan. Untuk dapat menemukan berkaitan dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL, pertama-tama guru membagi siswa dalam 5 kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa.
Guru menjelaskan terlebih dahulu tentang tugas siswa, sebelum penugasan dilakukan sehingga siswa tidak menjadi bingung. Selain itu, selama diskusi berlangsung guru berkeliling kelompok untuk mengawasi siswa bekerja sambil sesekali mengomentari hasil kerja siswa. Perwakilan setiap kelompok kemudian membacakan hasil diskusi kelompok. Siswa dari kelompok lain akan ditanyakan pendapatnya terkait jawaban kelompok yang sedang presentasi. Jika terdapat kekeliruan, guru terlebih dahulu meminta sesama siswa yang melakukan perbaikan.Siswa yang hasil temuan kelompok yang benar dan mempresentasikan dengan bagus mendapatkan pujian dari guru sedangkan siswa yang belum melakukan dengan maksimal dimotivasi dan diberi penguatan.
Kegiatan akhir antara lain: (1) melakukan evaluasi untuk mengetahui pencapaian siswa setelah dilaksanakan pembelajaran dengan strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL, (2) siswa melakukan kilas balik tentang pembelajaran yang baru dilakukan dan (3) siswa dan guru merayakan keberhasilan belajar dengan bertepuk tangan gembira.
-
- Observasi
Partisipasi siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang ada peningkatan dalam Kegiatan Pembelajaran pada kondisi awal setelah dilakukan penerapan model pembelajaran menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar dan respons siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran meskipun masih ada sebagain kecil masalah yang muncul pada saat proses Kegiatan Pembelajaran berlangsung. Dengan adanya masalah yang terjadi pada kondisi awal, maka kami bersama pengamat merefleksikan masalah tersebut agar mampu diperbaiki pada siklus I dengan harapan semua siswa mampu meningkatkan hasil belajarnya.
Partisipasi siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang dalam kegiatan belajar mengajar Sejarah. Hal ini terlihat dari hasil belajar siswa pada kondisi awal. Hasil belajar siswa pada kondisi awal tidak dengan penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL dengan jumlah 23 terdapat 16 siswa atau 69,5 % yang tuntas dan yang tidak tuntas ada 7 Siswa atau 30,5% yang tidak tuntas, dengan nilai rata-rata sebesar 69,1. Data dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.
Tabel.1 hasil ulangan harian kondisi awal
No |
Nama Siswa |
Nilai |
Keterangan |
1 |
Adin Pramodika |
70 |
Tuntas |
2 |
Altria Imelda |
60 |
Tidak Tuntas |
3 |
Arbani |
70 |
Tuntas |
4 |
Dhea Agustina H |
70 |
Tuntas |
5 |
Dominggas Sri Horvika |
80 |
Tuntas |
6 |
Eko Sergius |
60 |
Tidak Tuntas |
7 |
Ferly Damayanti |
75 |
Tuntas |
8 |
Hamdi |
80 |
Tuntas |
9 |
Hayaton |
70 |
Tuntas |
10 |
Helena Karawaheni |
75 |
Tuntas |
11 |
I Wayan Nitya Nanda S |
70 |
Tuntas |
12 |
Juniawan |
85 |
Tuntas |
13 |
Marko Julianus |
60 |
Tidak Tuntas |
14 |
Muji Gunawan |
80 |
Tuntas |
15 |
Nova Sari |
50 |
Tidak Tuntas |
16 |
Rena Delya Citra |
65 |
Tidak Tuntas |
17 |
Saipudin |
80 |
Tuntas |
18 |
Wahyudin |
50 |
Tidak Tuntas |
19 |
Yosa Agusno |
50 |
Tidak Tuntas |
20 |
Daniel Setiawan |
70 |
Tuntas |
21 |
Annisa Fitri |
75 |
Tuntas |
22 |
Vinesha Anggaraini.P |
70 |
Tuntas |
23 |
Dandi |
75 |
Tuntas |
|
Jumlah |
1590 |
|
|
Rata-rata |
69,1 |
|
|
Ketuntasan Klasikal |
69,5% |
|
-
- Refleksi
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar pada materi Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia Multikultural dengan menerapkan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL ternyata hasil yang didapat nilai rata-rata sebesar 69,1 dan secara klasikal sebesar 69,5%. Hal ini masih jauh dari harapan. Oleh karena itu refleksi yang dikemukakan akan difokuskan pada peningkatan hasil belajar siswa pada materi Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia.
Pada kondisi awal terdapat kekurangan pemahaman siswa pada materi bahan Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia. Menurut pengamat, ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini terjadi. Pertama, siswa tidak fokus pada pengisian LKS sehingga ada bagian tertentu dari isi LKS yang tidak terisi dengan sempurna. Kedua, siswa banyak melakukan hal–hal di luar konteks pembelajaran, seperti bermain dengan teman sekolompoknya. Ketiga, diantara satu atau dua kelompok tidak mampu menjawab dengan baik pertanyaan yang diberikan guru pada saat evaluasi di akhir pelajaran.
Dari temuan kekurangan tersebut maka peneliti membuat strategi baru untuk mengurangi penyebab kekuangan pemahaman siswa tersebut di atas, selanjutnyaakan diterapkan pada siklus I. Untuk masalah yang pertama peneliti menugaskan tiga orang siswa pada setiap kelompok untuk menulis hasil kegiatan agar semua LKS terisi semua. Dengan cara demikian maka data yang terkumpul menjadi lengkap sehingga siswa lebih memahami materi pengelompokan baru, agar mengurangi siswa yang saling bermain dengan temannya. Sedangkan masalah yang ketiga, peneliti memberikan penjelasan lebih detail tentang materi Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia khususnya untuk pertanyaan yang sulit atau tidak mampu dijawab oleh kelompok dalam diskusi. Disamping itu untuk masalah yang ketiga ini penjelasannya dibantu oleh pengamat.
4.1.2 Deskripsi hasil siklus 1
1. Perencanaan
Pada tahap perencanaan guru mempersiapkan tindakan berupa rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan Metode Pembelajaran Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL dengan Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia. Disamping itu guru juga membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) dan menyusun lembar observasi aktifitas guru dan siswa. Selanjutnya, guru membuat tes hasil belajar. Sebelum pelaksanaan tindakan dilakukan di kelas, guru dan observer mendiskusikan lembar observasi.
-
- Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan pada hari Jumat 23 Februari 2017 dari pukul 07.00 s.d 08.20 WIB. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Waktu yang dialokasikan untuk kegiatan pendahuluan adalah 10 menit, sedangkan alokasi waktu untuk kegiatan inti adalah 50 menit dan alokasi kegiatan penutup sebesar 20 menit.
Pada kegiatan pendahuluan, guru melakukan tiga kegiatan, yaitu (1) menyapa dan mengecek kehadiran siswa, (2) melakukan icebreaking berupa menyanyi, (3) menggali pengetahuan siswa dan mengaitkan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan selanjutnya. Kegiatan icebreaking yang dilakukan guru.
Melalui kegiatan inti mendesain kegiatan agar siswa dapat mengalami proses menemukan, menamai dan mempresentasikan. Untuk dapat menemukan berkaitan dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL, pertama-tama guru membagi siswa dalam 6 kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 3-4 orang siswa.
Guru menjelaskan terlebih dahulu tentang tugas siswa, sebelum penugasan dilakukan sehingga siswa tidak menjadi bingung. Selain itu, selama diskusi berlangsung guru berkeliling kelompok untuk mengawasi siswa bekerja sambil sesekali mengomentari hasil kerja siswa. Perwakilan setiap kelompok kemudian membacakan hasil diskusi kelompok. Siswa dari kelompok lain akan ditanyakan pendapatnya terkait jawaban kelompok yang sedang presentasi. Jika terdapat kekeliruan, guru terlebih dahulu meminta sesama siswa yang melakukan perbaikan. Siswa yang hasil temuan kelompok yang benar dan mempresentasikan dengan bagus mendapatkan pujian dari guru sedangkan siswa yang belum melakukan dengan maksimal dimotivasi dan diberi penguatan.
Kegiatan akhir siklus I antara lain: (1) melakukan evaluasi untuk mengetahui pencapaian siswa setelah dilaksanakan pembelajaran menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL, (2) siswa melakukan kilas balik tentang pembelajaran yang baru dilakukan dan (3) siswa dan guru merayakan keberhasilan belajar dengan bertepuk tangan gembira.
-
- Observasi
- Hasil Belajar Siswa
- Observasi
Partisipasi siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang ada peningkatan dalam Kegiatan Pembelajaran pada siklus 1 setelah dilakukan penerapan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar dan respons siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran meskipun masih ada sebagain kecil masalah yang muncul pada saat proses Kegiatan Pembelajaran berlangsung. Dengan adanya masalah yang terjadi pada siklus I, maka kami bersama pengamat merefleksikan masalah tersebut agar mampu diperbaiki pada siklus II dengan harapan semua siswa mampu meningkatkan hasil belajarnya.
Partisipasi siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang dalam kegiatan belajar mengajar Pendidikan Sejarah. Hal ini terlihat dari hasil belajar siswa pada siklus I. Hasil belajar siswa pada siklus I dengan penerapan model pembelajaran menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL dengan jumlah siswa 23 orang, terdapat 19 siswa atau 82,6% yang tuntas dan yang tidak tuntas ada 4 Siswa atau 17,4% yang tidak tuntas dengan nilai rata-rata sebesar 74,6. Data dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.
Tabel.2 hasil ulangan harian siklus I
No |
Nama Siswa |
Nilai |
Keterangan |
1 |
Adin Pramodika |
75 |
Tuntas |
2 |
Altria Imelda |
70 |
Tuntas |
3 |
Arbani |
75 |
Tuntas |
4 |
Dhea Agustina H |
75 |
Tuntas |
5 |
Dominggas Sri Horvika |
90 |
Tuntas |
6 |
Eko Sergius |
70 |
Tuntas |
7 |
Ferly Damayanti |
80 |
Tuntas |
8 |
Hamdi |
85 |
Tuntas |
9 |
Hayaton |
75 |
Tuntas |
10 |
Helena Karawaheni |
80 |
Tuntas |
11 |
I Wayan Nitya Nanda S |
75 |
Tuntas |
12 |
Juniawan |
90 |
Tuntas |
13 |
Marko Julianus |
65 |
Tidak Tuntas |
14 |
Muji Gunawan |
85 |
Tuntas |
15 |
Nova Sari |
55 |
Tidak Tuntas |
16 |
Rena Delya Citra |
70 |
Tuntas |
17 |
Saipudin |
85 |
Tuntas |
18 |
Wahyudin |
55 |
Tidak Tuntas |
19 |
Yosa Agusno |
55 |
Tidak Tuntas |
20 |
Daniel Setiawan |
75 |
Tuntas |
21 |
Annisa Fitri |
80 |
Tuntas |
22 |
Vinesha Anggaraini.P |
75 |
Tuntas |
23 |
Dandi |
80 |
Tuntas |
|
Jumlah |
1720 |
|
|
Rata-rata |
74,8 |
|
|
Ketuntasan Klasikal |
82,6% |
|
-
-
- Aktifitas Siswa
-
Hasil penelitian pengamat terhadap aktivitas siswa selama kegiatan belajar yang menerapkan model Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL pada Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesiapada siklus 1 adalah rata–rata 3,00 berarti termasuk kategori baik. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Untuk mengetahui respons siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang mereka jalani dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL digunakan angket yang diberikan kepada siswa setelah seluruh proses pembelajaran selesai. Hasil angket respons siswa terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL, ditunjukan pada tabel 3 di bawah ini yang merupakan rangkuman hasil angket tentang tanggapan 29 siswa terhadap model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL yang diterapkan selama kegiatan pembelajaran materi Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia, siswa secara umum memberikan tanggapan yang positif selama mengikuti kegiatan pembelajaran dengan senang, siswa juga merasa senang dengan LKS yang digunakan, suasana kelas, maupun cara penyajian materi oleh guru, dan model pembelajaran yang baru mereka terima, selama kegiatan pembelajaran berlangsung siswa juga merasa senang karena bisa mmenyatakan pendapat, dan siswa merasa memperoleh manfaat dengan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL.
Tabel 3 Respons siswa terhadap model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL
No. |
Uraian |
Tanggapan Siswa |
|||
Senang |
Tidak Senang |
||||
F |
% |
F |
% |
||
1. |
Bagaimana perasaan kamu selama mengikuti kegiatan pembelajaran ini ? |
22 |
95.6 |
1 |
4,4 |
|
|
Senang |
Tidak Senang |
||
|
|
F |
% |
F |
% |
2. |
Bagaimana perasaan kamu terhadap :
|
23 22 22 23 |
100 95,6 95,6 100 |
0 1 1 0 |
0 4,4 4,4 0 |
|
|
Mudah |
Sulit |
||
|
|
F |
% |
F |
% |
3. |
Bagaimana pendapat kamu Mengikuti pembelajaran ini |
18 |
82,6 |
5 |
17,4 |
|
|
Bermanfaat |
Tidak Bermanfaat |
||
|
|
F |
% |
F |
% |
4. |
Apakah pembelajaran ini bermanfaat bagi kamu ? |
23 |
100 |
0 |
0 |
|
|
Baru |
Tidak Baru |
||
|
|
F |
% |
F |
% |
5. |
Apakah pembelajran ini baru bagi kamu? |
23 |
100 |
0 |
0 |
|
|
Ya |
Tidak |
||
|
|
F |
% |
F |
% |
6. |
Apakah kamu menginginkan pokok bahasan yang lain menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL? |
22 |
95,6 |
1 |
4,4 |
Keterangan :
F =Frekuensi respons siswa terhadap pembelajaran
Menggunakan Strategi SAL
N=Jumlah: 23 orang
-
-
- Aktifitas Guru
-
Data hasil pengamatan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL ditunjukan pada tabel 4, bahwa pengelolaan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL dalam materi pelajaran Keragaman Sosial dan Budaya Indonesiapada siklus I sebesar 2.75 yang berarti termasuk kategori baik. Data dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. Data Hasil menggunakan Metode SAL
No. |
Aspek yang diamati |
Skor pengamatan |
|
Siklus I |
Keterangan |
||
1. 2. 3. 4. |
Pesiapan Pendahuluan Kegiatan Pokok Penutup |
3,0 2,5 2,5 3,0 |
Baik Baik Baik Baik |
Rata – Rata |
2,75 |
Baik |
Keterangan :
0 - 1,49 = kurang baik
1,5 - 2,49 = Cukup
2,5 - 3,49 = Baik
3,5 - 4,0 = Sangat Baik
-
- Refleksi
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar pada Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia dengan menerapkan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL. Oleh karena itu refleksi yang dikemukakan akan difokuskan pada peningkatan hasil belajar siswa pada Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia.
Pada siklus 1 terdapat kekurangan pemahaman siswa pada Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia. Menurut pengamat, ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini terjadi. Pertama, siswa tidak fokus pada pengisian LKS sehingga ada bagian tertentu dari isi LKS yang tidak terisi dengan sempurna. Kedua, siswa banyak melakukan hal–hal di luar konteks pembelajaran, seperti bermain dengan teman sekolompoknya. Ketiga, diantara satu atau dua kelompok tidak mampu menjawab dengan baik pertanyaan yang diberikan guru pada saat evaluasi di akhir pelajaran.
Dari temuan kekurangan tersebut maka peneliti membuat strategi baru untuk mengurangi penyebab kekuangan pemahaman siswa tersebut di atas, selanjutnyaakan diterapkan pada siklus II. Untuk masalah yang pertama peneliti menugaskan tiga orang siswa pada setiap kelompok untuk menulis hasil kegiatan agar semua LKS terisi semua. Dengan cara demikian maka data yang terkumpul menjadi lengkap sehingga siswa lebih memahami materi pengelompokan baru, agar mengurangi siswa yang saling bermain dengan temannya. Sedangkan masalah yang ketiga, peneliti memberikan penjelasan lebih detail tentang Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesiakhususnya untuk pertanyaan yang sulit atau tidak mampu dijawab oleh kelompok dalam diskusi. Disamping itu untuk masalah yang ketiga ini penjelasannya dibantu oleh pengamat.
3. Deskripsi data siklus II
1. Perencanaan
Pada tahap perencanaan guru mempersiapkan tindakan berupa rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan Metode Pembelajaran Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL dengan memperbaiki kekurangan pada siklus I pada materi Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesiasub. Disamping itu guru juga membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) dan menyusun lembar observasi aktifitas guru dan siswa. Selanjutnya, guru membuat tes hasil belajar. Sebelum pelaksanaan tindakan dilakukan di kelas, guru dan observer mendiskusikan lembar observasi.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan pada hari Jumat 10 Maret 2017 dari pukul 07.00 s.d 08.20 WIB.Kegiatan pembelajaran yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Waktu yang dialokasikan untuk kegiatan pendahuluan adalah 10 menit, sedangkan alokasi waktu untuk kegiatan inti adalah 50 menit dan alokasi kegiatan penutup sebesar 20 menit.
Pada kegiatan pendahuluan, guru melakukan tiga kegiatan, yaitu (1) menyapa dan mengecek kehadiran siswa, (2) melakukan icebreaking berupa menyanyi, (3)menggali pengetahuan siswa dan mengaitkan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan selanjutnya. Kegiatan icebreaking yang dilakukan guru.
Melalui kegiatan inti mendesain kegiatan agar siswa dapat mengalami proses menemukan, menamai dan mempresentasikan. Untuk dapat menemukan berkaitan dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL, pertama-tama guru membagi siswa dalam 7 kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa.
Guru menjelaskan terlebih dahulu tentang tugas siswa, sebelum penugasan dilakukan sehingga siswa tidak menjadi bingung. Selain itu, selama diskusi berlangsung guru berkeliling kelompok untuk mengawasi siswa bekerja sambil sesekali mengomentari hasil kerja siswa.Perwakilan setiap kelompok kemudian membacakan hasil diskusi kelompok. Siswa dari kelompok lain akan ditanyakan pendapatnya terkait jawaban kelompok yang sedang presentasi. Jika terdapat kekeliruan, guru terlebih dahulu meminta sesama siswa yang melakukan perbaikan.Siswa yang hasil temuan kelompok yang benar dan mempresentasikan dengan bagus mendapatkan pujian dari guru sedangkan siswa yang belum melakukan dengan maksimal dimotivasi dan diberi penguatan.
Kegiatan akhir siklus II antara lain: (1)melakukan evaluasi untuk mengetahui pencapaian siswa setelah dilaksanakan pembelajaran dengan strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL, (2) siswa melakukan kilas balik tentang pembelajaran yang baru dilakukan dan (3)siswa dan guru merayakan keberhasilan belajar dengan bertepuk tangan gembira.
-
-
-
-
- Observasi
-
-
-
- Hasil Belajar Siswa
Partisipasi siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang ada peningkatan dalam Kegiatan Pembelajaran pada siklus II setelah dilakukan penerapan model pembelajaran kooperatif menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar dan respons siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran meskipun masih ada sebagain kecil masalah yang muncul pada saat proses Kegiatan Pembelajaran berlangsung.
Partisipasi siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang dalam kegiatan belajar mengajar Pendidikan Sejarah. Hal ini terlihat dari hasil belajar siswa pada siklus II. Hasil belajar siswa pada siklus II dengan penerapan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL dengan jumlah 23 siswa, terdapat 21 siswa atau 91,3% yang tuntas dan yang tidak tuntas ada 2 Siswa atau 8,7% yang tidak tuntas dan nilai rata-rata sebesar 79,6. Data dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini.
Tabel.5 Hasil ulangan harian pada siklus II
No |
Nama Siswa |
Nilai |
Keterangan |
1 |
Adin Pramodika |
80 |
Tuntas |
2 |
Altria Imelda |
75 |
Tuntas |
3 |
Arbani |
80 |
Tuntas |
4 |
Dhea Agustina H |
80 |
Tuntas |
5 |
Dominggas Sri Horvika |
100 |
Tuntas |
6 |
Eko Sergius |
75 |
Tuntas |
7 |
Ferly Damayanti |
85 |
Tuntas |
8 |
Hamdi |
90 |
Tuntas |
9 |
Hayaton |
80 |
Tuntas |
10 |
Helena Karawaheni |
85 |
Tuntas |
11 |
I Wayan Nitya Nanda S |
80 |
Tuntas |
12 |
Juniawan |
95 |
Tuntas |
13 |
Marko Julianus |
70 |
Tuntas |
14 |
Muji Gunawan |
90 |
Tuntas |
15 |
Nova Sari |
60 |
Tidak Tuntas |
16 |
Rena Delya Citra |
75 |
Tuntas |
17 |
Saipudin |
90 |
Tuntas |
18 |
Wahyudin |
60 |
Tidak Tuntas |
19 |
Yosa Agusno |
70 |
Tuntas |
20 |
Daniel Setiawan |
75 |
Tuntas |
21 |
Annisa Fitri |
80 |
Tuntas |
22 |
Vinesha Anggaraini.P |
75 |
Tuntas |
23 |
Dandi |
80 |
Tuntas |
|
Jumlah |
1830 |
|
|
Rata-rata |
79,6 |
|
|
Ketuntasan Klasikal |
91,3% |
|
Keterangan :
F =Frekuensi respons siswa terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe
Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL
N = Jumlah: 23 orang
- Aktifitas Guru
Data hasil pengamatan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL ditunjukan pada tabel 4, bahwa pengelolaan pembelajaran dengan penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL dalam materi pelajaran Keragaman Sosial dan Budaya Indonesiapada siklus I sebesar 3,165 yang berarti termasuk kategori baik. Data dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. Data Peniliaian pengelohan pembelajaran menggunakan
Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL
No. |
Aspek yang diamati |
Skor pengamatan |
|
Siklus II |
Keterangan |
||
1. 2. 3. 4. |
Pesiapan Pendahuluan Kegiatan Pokok Penutup |
3,33 3,00 3,00 3,33 |
Baik Baik Baik Baik |
Rata – Rata |
3,165 |
Baik |
Keterangan :
0 - 1,49 = kurang baik
1,5 - 2,49 = Cukup
2,5 - 3,49 = Baik
3,5 - 4,0 = Sangat Baik
- Refleksi
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar pada Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia dengan menerapkan model pembelajaran menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL. Oleh karena itu refleksi yang dikemukakan akan difokuskan pada peningkatan hasil belajar siswa pada materi Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia.
Pada siklus 1 terdapat kekurangan pemahaman siswa pada Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia. Menurut pengamat, ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini terjadi. Pertama, siswa tidak fokus pada pengisian LKS sehingga ada bagian tertentu dari isi LKS yang tidak terisi dengan sempurna. Kedua, siswa banyak melakukan hal – hal di luar konteks pembelajaran, seperti bermain dengan teman sekolompoknya. Ketiga, diantara satu atau dua kelompok tidak mampu menjawab dengan baik pertanyaan yang diberikan guru pada saat evaluasi di akhir pelajaran.
Dari temuan kekurangan tersebut maka peneliti membuat strategi baru untuk mengurangi penyebab kekuangan pemahaman siswa tersebut di atas, selanjutnya akan diterapkan pada siklus II. Untuk masalah yang pertama peneliti menugaskan tiga orang siswa pada setiap kelompok untuk menulis hasil kegiatan agar semua LKS terisi semua. Dengan cara demikian maka data yang terkumpul menjadi lengkap sehingga siswa lebih memahami materi pengelompokan baru, agar mengurangi siswa yang saling bermain dengan temannya. Sedangkan masalah yang ketiga, peneliti memberikan penjelasan lebih detail tentang materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesiakhususnya untuk pertanyaan yang sulit atau tidak mampu dijawab oleh kelompok dalam diskusi.Disamping itu untuk masalah yang ketiga ini penjelasannya dibantu oleh pengamat.
B. Pembahasan
1. Hasil Belajar
Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil belajar evaluasi kondisi awal siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang untuk Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia dengan model pembelajaran mengunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL diperoleh nilai rata – rata kondisi awal sebesar 69,1 dengan nilai tertinggi adalah 85 terdapat 1 orang dan nilai terendah adalah 50 terdapat 3 orang dengan ketentusan belajar 69% dan yang tidak tuntas 31%.
Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil belajar siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang pada siklus 1 untuk Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia dengan model pembelajaran, Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL diperoleh nilai rata – rata siklus 1 sebesar 74,9 dengan nilai tertinggi adalah 90 terdapat 2 orang dan nilai terendah adalah 55 terdapat 3 orang dengan ketentusan belajar 82,6% dan yang tidak tuntas 17,4%.
Sedangkan pada siklus II untuk materi Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesiasub diperoleh nilai rata – rata siklus II sebesar 79,6 dengan nilai tertinggi adalah 100 terdapat 1 orang dan nilai terendah adalah 60 terdapat 2 orang dengan ketuntasan belajar 91,3% dan yang tidak tuntas 8,7%. Siswa yang tidak tuntas baik pada siklus I maupun pada siklus II adalah siswa yang sama, ini disebabkan siswa tersebut pada dasarnya tidak ada niat untuk belajar dan sering tidak masuk sekolah.
Berdasarkan data hasil belajar siswa dari siklus I dan siklus II menunjukan adanya peningkatan hasil belajar siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang tahun pelajaran 2016/2017 menunjukan peningkatan hasil belajar siswa pada materi yang sama yaitu Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia. Hal ini disebabkan pada siklus I dan siklus II menunjukan peningkatan hasil belajar siswa pada materi yang sama yaitu Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia. Hal ini disebabkan pada siklus I dan siklus II Sudah menerapkan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL.
2. Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung yang menerapkan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL pada materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia menurut penilaian pengamat termasuk kategori baik semua aspek aktivitas siswa. Adapun aktivitas siswa yang dinilai oleh pengamat adalah aspek aktivitas siswa: mendengar dan memperhatikan penjelasan guru, kerja sama dalam kelommpok, bekerja dengan menggunakan alat peraga, keaktifan siswa dalam diskusi, memperesentasikan hasil diskusi, menyimpulkan materi, dan kemampuan siswa menjawab pertanyaan dari guru.
Berdasarkan hasil penilaian yang telah dilakukan aktivitas siswa yang paling dominan dilakukan yaitu bekerja sama mengerjakan LKS dan berdiskusi. Hal ini menunjukan bahwa siswa saling bekerja sama dan bertanggung jawab untuk mendapatkan hasil yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat santoso (dalam anam, 2000:50) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mendorong siswa dalam kelompok belajar, bekerja dan bertanggung jawab dengan sungguh–sungguh sampai selesainya tugas– tugas individu dan kelompok.
3. Pembelajaran Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL
Kemampuan guru dalam pengelolaan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL menurut hasil penilaian pengamat termasuk kategori baik untuk semua aspek. Berarti secara keseluruhan guru telah memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL pada Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesial. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibrahim (2000), bahwa guru berperan penting dalam mengelola kegiatan mengajar, yang berarti guru harus kreatif dan inovatif dalam merancang suatu kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga minat dan motivasi siswa dalam belajar dapat ditingkatkan. Pendapat lain yang mendukung adalah piter (dalam Nur dan Wikandari 1998). Kemampuan seorang guru sangat penting dalam pengelolaan pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran dapat berlangsung efektif dan efisien.
4.Respons siswa Terhadap pembelajaran menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL
Berdasarkan hasil angket respons siswa terhadap model pembelajran kooperatif tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL yang diterapkan oleh peneliti menunjukan bahwa siswa merasa senang terhadap materi pelajaran. LKS, suasana belajar dan cara penyajian materi oleh guru. Menurut siswa, dengan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL mereka lebih mudah memahami materi pelajaran interaksi antara guru dengan siswa dan interaksi antar siswa tercipta semakin baik dengan adanya diskusi, sedangkan ketidak senangan siswa teerhadap model pembelajran kooperatif tipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL disebabkan suasana belajar dikelas yang agak ribut.
Seluruh siswa (100%) berpendapat baru mengikuti pembelajran dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL. Siswa merasa senang apalagi pokok bahasan selanjutnya menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL, dan siswa merasa bahwa model pembelajaran kooperatif menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL bermanfaat bagi mereka.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan menerapkan model pembelajaran kooperatiftipe Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL dapat meningkatkan hasil belajar Materi Keragaman Sosial dan Budaya Indonesia Siswa Kelas VIIa SMPN 1 Karusen Janang.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti dapat memberikan saran–saran, yaitu:
- Kepada guru yang mengalami kesulitan yang dapat menerapkan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL sebagai alternatif untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar kelas.
- Kepada guru–guru yang ingin menerapkan Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL disarankan untuk membikin Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL yang lebih menarik dan bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1997.Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia
Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara
Depdiknas. 2003.UU RI No.20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional.
Jakarta: Depdiknas
--------------. 2004. Standar Kompetensi Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas
--------------.2005. PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta: Depdiknas
-------------. 2007. Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Jakarta: Depdiknas
-------------. 1999. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di Bidang
Pendidikan. Jakarta: Depdikbud
Ibrahim, M. 2005. Pembelajaran Kooperatif. UNESA: University Press.
Kemdiknas.2011.Membimbing Guru dalam Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Kemdiknas
-------------. 2011. Paikem Pembelajaran Aktif Inovatif
Kreatif Efektif dan Menyenangkan. Jakarta: Kemdiknas
Ngalim, Purwanto. 2008. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung:PT
Remaja Rosda Karya
Ngalim, Purwanto. 2003. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung:PT Remaja Rosda Karya
Sudjana, Nana. 2012. Tujuan Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Suyatno. 2009. Pembelajaran Kooperatif Tipe SAL. Surakarta: Tiga
Serangkai