Model Pembelajaran Saintifik
Model Pembelajaran Saintifik

By JUMAKIR, S Pd., MM 29 Mei 2021, 13:10:36 WIB model pbm
Model Pembelajaran Saintifik

Gambar : Foto Kumpulan Model PBM


KANGJO.NET, Tamiang Layang. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang terdiri atas kegiatan mengamati (untuk mengidentifikasi masalah yang ingin diketahui), merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis), mengumpulkan data/informasi dengan berbagai teknik, mengolah/menganalisis data/informasi dan menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan dan mungkin juga temuan lain yang di luar rumusan masalah untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Langkah-langkah tersebut dapat dilanjutkan dengan kegiatan mencipta. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses itu, bantuan guru diperlukan, tetapi bantuan itu harus semakin berkurang ketika peserta didik semakin bertambah dewasa atau semakin tinggi kelasnya.

Pendekatan saintifik/pendekatan berbasis proses keilmuan dilaksanakan menggunakan modus pembelajaran langsung atau tidak langsung sebagai landasan dalam menerapkan berbagai strategi dan model pembelajaran sesuai dengan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai.

 

Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah

Permendikbud no. 81 A tahun 2013 lampiran IV menunjukkan bahwa proses pembelajaran terdiri atas lima tahapan pengalaman belajar pokok yaitu:

1. Mengamati;

2. Menanya;

3. Mengumpulkan informasi;

4. Mengasosiasi; dan

5. Mengkomunikasikan.

 

Kelima tahapan pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar, sebagai berikut:

 

1.  Mengamati

Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengamati adalah: membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan adalah: melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi.

 

Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran. Keunggulannya, antara lain: menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya, serta dapat menuhi rasa keingin-tahuan peserta didik dan mereka akan dapat menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang disajikan oleh guru. Sedangkan kekurangannya, anta lain: memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.

Prosedur kegiatan mengamati dalam pembelajaran, sebagai berikut:

    1. Menentukan objek apa yang akan diobservasi
    2. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
    3. Menentukan  secara jelas  data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder
    4. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
    5. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancer
    6. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti kamera, tape recorder, video perekam, dan menggunakan catatanberupa daftar cek (checklist), skala rentang, catatan anekdot, catatan berkala, dan alat mekanikal. Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek, objek, atau faktor- faktor yang akan diobservasi. Skala rentang , berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdot berupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi. 

 

2. Menanya

Kegiatan belajar menanya dilakukan dengan cara: mengajukan pertanyaan tentang informasi yang

tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan

tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat

 

Kegiatan ‘menanya’ tidak selalu menggunakan ‘kalimat tanya’, melainkan dapat dalam bentuk ‘pernyataan’, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: apakah ciri-ciri kalimat yang efektif?; sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!

a.  Kriteria pertanyaan yang baik

  1. Singkat dan jelas

Contoh: (1) Seberapa jauh pemahaman Anda mengenai faktor-faktor yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkoba  dan obat-obatan terlarang? (2) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkoba  dan obat-obatan terlarang?Pertanyaan kedua lebih singkat dan lebih jelas dibandingkan dengan pertanyaan pertama.

  1. Menginspirasi jawaban

Contoh: Membangun semangat kerukunan umat beragama itu sangat penting pada bangsa yang multiagama. Jika suatu bangsa gagal membangun semangat kerukukan beragama, akan muncul aneka persoalan sosial kemasyarakatan. Coba jelaskan dampak sosial apa saja yang muncul, jika suatu bangsa gagal membangun kerukunan umat beragama?Dua kalimat yang mengawali pertanyaan di muka merupakan contoh yang diberikan guru untuk menginspirasi jawaban peserta didik menjawab pertanyaan.

  1. Memiliki fokus

Contoh: Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan?Untuk pertanyaan seperti ini sebaiknya masing-masing peserta didik diminta memunculkan satu jawaban. Peserta didik pertama hingga kelima misalnya menjawab: kebodohan, kemalasan, tidak memiliki modal usaha, kelangkaan sumber daya alam, dan keterisolasian geografis. Jika masih tersedia alternatif jawaban lain, peserta didik yang keenam dan seterusnya, bisa dimintai jawaban. Pertanyaan  yang luas seperti di atas dapat dipersempit, misalnya: Mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan?Pertanyaan seperti ini dimintakan jawabannya kepada peserta didik secara perorangan.

  1. Bersifat probing atau divergen

Contoh: (1) Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar, apakah peserta didik harus rajin belajar?(2) Mengapa peserta didik yang sangat malas belajar cenderung menjadi putus sekolah? Pertanyaan pertama cukup dijawab oleh  peserta didik dengan Ya atau Tidak. Sebaliknya, pertanyaan kedua menuntut jawaban yang bervariasi urutan jawaban dan penjelasannya, yang kemungkinan memiliki bobot kebenaran yang sama.

 

  1. Bersifat validatif atau penguatan

Pertanyaan dapat diajukan dengan cara meminta kepada peserta didik  yang berbeda untuk menjawab pertanyaan yang sama. Jawaban atas pertanyaan itu  dimaksudkan untuk memvalidsi atau melakukan penguatan atas jawaban peserta didik sebelumnya. Ketika beberapa orang peserta didik telah memberikan jawaban yang sama, sebaiknya guru menghentikan pertanyaan itu atau meminta mereka memunculkan jawaban yang lain yang berbeda, namun sifatnya menguatkan.

Contoh:

  • Guru: “mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan”?
  • Peserta didik I: “karena orang yang malas lebih banyak diam ketimbang bekerja.”
  • Guru: “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
  • Peserta didik II: “karena lebih banyak diam ketimbang bekerja, dan orang yang malas tidak produktif”
  • Guru  : “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
  • Peserta didik III: “orang malas tidak bertindak aktif, sehingga kehilangan waktu terlalu banyak untuk bekerja, karena itu dia tidak produktif.”

 

  1. Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang

Untuk menjawab pertanyaan dari guru, peserta didik memerlukan waktu yang cukup guna memikirkan jawabannya dan memverbalkannya dengan kata-kata.Karena itu, setelah mengajukan pertanyaan, guru hendaknya menunggu beberapa saat sebelum meminta atau menunjuk peserta didik untuk menjawab pertanyaan itu.

Jika dengan pertanyaan tertentu tidak ada peserta didik yang bisa menjawah dengan baik, sangat dianjurkan guru mengubah pertanyaannya. Misalnya: (1) Apa faktor picu utama Belanda menjajah Indonesia?; (2) Apa motif utama Belanda menjajah Indonesia? Jika dengan pertanyaan pertama guru belum memperoleh jawaban yang memuaskan, ada baiknya dia mengubah pertanyaan seperti pertanyaan kedua.

  1. Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif

Pertanyaan guru yang baik membuka peluang peserta didik untuk mengembangkan

kemampuan berpikir yang makin meningkat, sesuai dengan tuntunan tingkat kognitifnya. Guru mengemas atau mengubah pertanyaan yang menuntut jawaban dengan tingkat kognitif rendah ke makin tinggi, seperti dari sekadar mengingat fakta ke pertanyaan yang menggugah kemampuan kognitif  yang lebih tinggi, seperti pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kata-kata kunci pertanyaan ini, seperti: apa, mengapa, bagaimana, dan seterusnya.

  1. Merangsang proses interaksi

Pertanyaan guru yang baik mendorong munculnya interaksi dan suasana menyenangkan pada diri peserta didik.Dalam kaitan ini, setelah menyampaikan pertanyaan, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik mendiskusikan jawabannya.Setelah itu, guru memberi kesempatan kepada seorang atau beberapa orang peserta didik diminta menyampaikan jawaban atas pertanyaan tersebut.Pola bertanya seperti ini memposisikan guru sebagai wahana pemantul.

bTingkatan Pertanyaan

Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi peserta didik untuk memberikan jawaban yang baik dan benar pula.Untuk itu pertanyaan hendaknya menggambarkan tingkatan kognitif mulai dari yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi. Bobot pertanyaan yang menggambarkan tingkatan kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi disajikan berikut ini.

                                                  

3.  Mengumpulkan informasi/Eksperimen (Mencoba)

Mengumpulkan informasi/eksperimen, kegiatan pembelajarannya antara lain:

  1. Melakukan eksperimen;
  2. Membaca sumber lain selain buku teks;
  3. Mengamati objek/ kejadian/aktivitas; dan
  4. Wawancara dengan narasumber.

Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengumpulkan informasi/eksperimen adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

 

Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata/autentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk isi materi yang sesuai. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehari-hari.

 

Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan peserta didik, (2) Guru bersama peserta didik mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan, (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu, (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan peserta didik, (5) Guru membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen, (6) Peserta didik melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (7) Guru mengumpulkan hasil kerja peserta didik dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

 

4.  Mengasosiasi/mengolah informasi

Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengasosiasi /mengolah informasi adalah:.

  1. Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, baik terbatas dari hasil kegiatanmengumpulkan informasi, eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati
  2. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan

kedalaman sampai pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda atau yang bertentangan.

Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengasosiasi/mengolah inofrmasi adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

Dalam kegiatan mengasosiasi/mengolah informasi terdapat kegiatan menalar, yaitu proses berfikir

yang logis dan sistematis atas fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan peserta didik harus lebih aktif daripada guru.

 

Menalar atau penalaran yang dimaksudkan adalah penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Dan menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif.Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori.

Aktivitas menalar pembelajaran dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut:

  1. Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.
  2. Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru

adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.

  1. Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
  2. Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati
  3. Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
  4. Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
  5. Evaluasi atau penilaian didasarkan atas perilaku yang nyata atau otentik.
  6. Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.

 

5.  Mengkomunikasikan

Kegiatan belajar mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.  Kompetensi yang dikembangkan dalam tahapan mengkomunikasikan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, serta mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

Dalam kegiatan mengkomunikasikan dapat dilakukan pembelajaran kolaboratif.Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar teknik pembelajaran di kelas/ sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik untuk memudahkan usaha kolektif dalam mencapai tujuan bersama.

    

     Pada pembelajaran kolaboratif fungsi kewenangan guru lebih bersifat direktif atau manajer

belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu filsafat pribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama, jika mereka berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam  situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing- masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik

menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama.

 

SUMBER:

Dahlan,M.D.1990. Model-Model Mengajar.Bandung:Diponegoro.

Das Salirawati.2009. Penerapan Poblem Based Learning sebagai upaya meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah,Makalah.

Ibrahim, M dan Nur.2001.Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya :university Press

Rachmadiarti,Fida.2001. Pembelajaran Kooperatif.Jakarta:Depdiknas

Sudjana,D.1982. Model Pembelajaran Pemecahan Masalah.Bandung:Lembaga Penelitian Ikip Bandung

Sanjaya,Wina.2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pengajaran.Jakarta : Kencana

Trianto, 2007. Model Pembelajaran terpadu dalam teori dan paktek.Surabaya:Prestasi Pustaka

Warsita, bambang.2008. Teknologi Pembelajaran Landasan  dan Aplikasinya.Jakarta:Rineka Cipta

Yamin, Martinis.2011. Paradigma   Baru Pembelajaran.Jambi:Gaung PersadaPress

 




Write a Facebook Comment

Komentar dari Facebook

Write a comment

Ada 40 Komentar untuk Berita Ini

View all comments

Write a comment