PTK, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Melalui Diskusi Kelompok Siswa VIIIA SMPN 3 Tamiang Layang
Penelitian Tindakan Kelas

By JUMAKIR, S Pd., MM 29 Mei 2021, 12:48:01 WIB contoh PTK
PTK, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Melalui Diskusi Kelompok  Siswa VIIIA SMPN 3 Tamiang Layang

Gambar : Kumpulan PTK


Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Tentang Kebangkitan Nasiaonal Di Indonesia Melalui Metode Diskusi Kelompok Pada Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 3 Tamiang Layang

 

ABSTRAK

 

Penelitian ini berjudul: “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Tentang Kebangkitan Nasiaonal Di Indonesia Melalui Metode Diskusi Kelompok Pada Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 3 Tamiang Layang.”

Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan metode diskusi untuk siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Tamiang Layang; (2) Untuk mengetahui besarnya prestasi siswa sebelum dan sesudah diberlakukan metode diskusi.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, dimana tindakan pembelajaran dilaksanakan dengan metode diskusi sebagai langkah dalam meningkatkan Hasil Belajar IPS Tentang Kebangkitan Nasiaonal Di Indonesia. Penelitian dilaksanakan di Kelas VIIIA SMPN 3 Tamiang Layang, , Kabupaten Barito Timur.. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif

Hasil dari pelaksanaan penelitian adalah 1) Metode diskusi yang dikembangkan di Kelas VIIIA SMPN 3 Tamiang Layang  yang paling efektif menggunakan langkah-langkah: (1) Pendahuluan, meliputi motivasi dan apersepsi; (2) Inti Pembelajaran, yang meliputi (a) Membentuk kelompok-kelompok kecil di kelas; (b) Membagikan referensi yang diperlukan, meliputi textbook dan artikel-artikel serta gambar-gambar yang berkaitan; (c) Memberikan tanda pada bagian-bagian yang penting dalam text book; (d) Menyebarkan siswa berprestasi pada setiap kelompok; (e) Memberikan motivasi (dorongan) untuk memupuk percaya diri dan tantangan pada siswa melalui pujian, harapan, dan keyakinan pada potensi siswa serta menetapkan standar keunggulan yang tinggi; (f) Memberikan giliran pada siswa dalam setiap kelompok untuk menyampaikan jawaban dan gagasan; (g) Memberikan kesempatan siswa yang kurang berprestasi untuk menyampaikan hasil diskusi; (h) Menggunakan pertanyaan-pertanyaan umpan yang menggiring pada jawaban persoalan yang dikehendaki dalam pertengahan proses diskusi; (3) Penutupan, dilakukan dengan pembuatan kesimpulan hasil bealajar dan test pengukuran hasil belajar; 2) Metode diskusi yang baik dapat dilakukan dengan metode siklus yang memiliki berbagai kelebihan, diantaranya adalah segera diketahuinya kendala-kendala yang merugikan pelaksanaan proses diskusi serta diketahuinya efektivitas dari alternatif-alternatif pemecahan masalah yang diberlakukan oleh guru; 3) Proses diskusi yang diterapkan pada siswa kelas 5 semester gasal SMP Negeri 3 Tamiang Layang  Kabupaten Barito Timur menunjukkan adanya hasil positif yang berupa peningkatan prestasi siswa yang cukup signifikan untuk mata pelajaran IPS. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa pengaruh yang nyata terlihat sebagai akibat dari penerapan.

 

 

 

 

BAB I PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dasar merupakan hal yang cukup urgen bagi kemajuan suatu bangsa dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya saing suatu bangsa. Hampir di semua negara maju,  ada pendidikan dasar yang menjangkau semua anak didik serta memiliki mutu yang tinggi. Negera RI saat ini sedang berusaha keras mengejar ketertinggalannya dengan Negara-negara maju, oleh sebab itu, pembuatan Undang-Undang Wajib Belajar 9 tahun di Indonesia dianggap sangat tepat sekali, akan tetapi sayang sekali pelaksanaannya kurang memadai sehingga menjadi kurang mampu berperan banyak untuk bangsa Indonesia. Di masa depan, perbaikan Pendidikan Dasar, baik dalam jangkauannya mencapai setiap anak didik maupun dalam mutunya yang makin dapat menyamai keadaan di negara maju, merupakan keperluan yang tidak dapat diabaikan.

Untuk dapat mewujudkan Pendidikan Dasar yang Bermutu dan Efisien, menurut Suryohadiprojo terdapat enam faktor utama yang mempunyai pengaruh menentukan terhadap tercapainya tujuan itu, yaitu Budaya Pendidikan, Masyarakat, Pemerintah, Pimpinan Sekolah dan Inspeksi Pendidikan, Guru, dan Orang Tua Murid (Depdiknas, 2004: 14). Penjelasan tersebut mengisyaratkan bahwa guru beserta manajemen di sekolah memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Menurut Kusumaningrat (2001: 23) menjelaskan bahwa guru beserta manajemen di sekolah memiliki peranan penting dalam menyusun program-program pembelajaran di sekolah, sehingga kualitas pendidikan dapat dikontrol olehnya. Guru dituntut untuk aktif mengembangkan pendekatan, metode, teknik, maupun strategi pembelajaran yang mampu menciptakan kebermaknaan dalam proses pembelajaran, sehingga proses belajar menjadi lebih efektif, efisen, dan berhasil. Kepala sekolah sebagai supervisor dituntut untuk mampu membimbing guru dalam melaksanakan tugasnya, sehingga terdapat tempat bagi guru untuk mendapatkan informasi-informasi maupun penyelesaian masalah yang mengganggu jalannya proses pembelajaran. Guru memerlukan bimbingan dan kepemimpinan yang baik dalam rangka menyesuaikan program-program pembelajaran yang disusunya terhadap kondisi saktual siswa, guru, dan sekolah.

 Untuk memaksimalkan kualitas anak didik diperlukan suatu teknik atau metode yang paling sesuai dengan kondisi siswa. Untuk menemukan metode ini, diperlukan suatu konsep sistematis yang dapat digali dari pengalaman atau histori pada masa lampau serta konsesp-konsep atau ide-ide sistematis yang mendukung. Ide-ide atau teori tidak akan dapat diaplikasikan secara maksimal tanpa metode pendidikan atau teknik yang tidak mendukung dalam proses belajar mengajar.

Dalam konsep “Model of School Learning”, Carol (1963) mengemukakan suatu konsep yang memberikan garis besar bahwa apapun metode pembelajaran yang dikembangkan, pada titik pinnya adalah meningkatkan kemampuan siswa dalam menerima pengalaman dan pengetahuan yang disampaikan dalam proses pembelajaran. Beberapa usaha yang dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pengalaman dan pengetahuan siswa tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Kelompok belajar (study group)

Kelompok yang terdiri dari beberapa anak melakukan diskusi untuk memecahkan masalah bersama. Diskusi merangsang siswa untuk berfikir kreatif bersama dalam memecahkan masalah. Rangsangan berfikir ini yang menjadi fokus tujuan utama dalam mekanisme belajar kelompok siswa

  1. Tutorial

Tutor memberikan bantuan satu-persatu. Tutor sebaiknya bukan guru kelas, dengan tujuan untuk memberikan metode baru yang mungkin lebih sesuai dengan kondisi siswa atau untuk memberikan suasana baru.

  1. Buku latihan (work book) dan satuan pembelajaran (programmed instruction units). Pembelajaran ini tepat untuk kebutuhan yang bersifat latihan (drill), pemahaman melalui langkah-langkah kecil, terutama untuk fase-fase awal.
  2. Audio visual dan permainan akademik

Audio berarti suara, dan visual dalah gambaran. Dengan kata lain, audio visual adalah gambaran hidup yang menggunakan suara seperti film. Alat ini hanya diperlukan dalam kondisi tertentu saja.

Keseluruhan bentuk tersebut adalah untuk meningkatkan mutu pembelajaran dalam hubungannya dengan kemampuan pelajar untuk menangkap apa yang disampaiakan oleh pengajar.

Salah satau hal yang disampaikan Carol sebagaimana yang telah diuraikan adalah pembentukan kelompok belajar untuk membangun kemandirian belajar siswa serta memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja sama satu dengan lainnya dalam rangka memperdalam pengetahuan melalui kegiatan pemecahan masalah secara bersama-sama. Pembelajaran dengan kelompok belajar ini sering disebut dengan metode diskusi. Metode diskusi merupakan suatu cara lain dalam belajar-mengajar, dimana guru, bahkan antar siswa terlibat dalam suatu interaksi secara aktif dan timbal balik dari dua arah (two ways of Communication), baik dalam perumusan masalah, penyampaian informasi, pembahasan maupun dalam pengambilan kesimpulannya.  Pada dasarnya metode diskusi menggunakan langkah-langkah cara pemecahan masalah (problem solving approach). Menurut John Dewey (dalam Loree, 1970: 438) dalam proses belajar dengan konsep problem solving akan berlangsung hal-hal sebagai berikut: (1) Menyadari adanya masalah. Individu menyadari adanya masalah ketika mereka dihadapkan pada suatu kondisi keraguan dan kekaburan, sehingga muncul adanya kesulitan-kesulitan; (2) Menegaskan dan merumuskan masalah. Individu mengeplotkan dimana letak sumber-sumber kesulitan tersebut untuk mencari kemungkinan pencarian jalan keluar. Mereka akan menetapkan bagian-bagian persoalan yang ada dengan menggunkan konsep-konsep atau dalil dalil tertentu seperti dalam teori yang didapat; (3) Mencari fakta dan merumuskan hipotesis.  Individu menghimpun berbagai informasi yang relevan, termasuk bagaimana pengalaman orang lain dalam menghadapi pemecahan masalah yang serupa. Kemudian, mereka akan mengidentifikasikan berbagai alternatif kemungkinan berbagai pemecahan yang dapat dirumuskan sebagai jawaban sementara atau hipotesis; (4) Mengevaluasi alternatif pemecahan yang dikembangkan. Setiap alternatif pemecahan akan diperhitungkan untung-ruginya. Selanjutnya adalah dilakukan langkah pengambilan alternatif yang dipandang paling mungkin (feasible) dan menguntungkan; (5) Melakukan pengujian atau verifikasi secara eksperimental, atau uji coba. Alternatif pemecahan yang dipilih akan di uji dengan berbagai cara termasuk dengan membandingkan fakta-fakta lain atau dengan konsep-konsep yang relevan. Dengan demikian, proses belajar-mengajar yang merupakan kondisi tertinggi dalam proses ini sangatlah penting, akan tetapi hanya mungkin dilakukan apabila proses fundamental belajar lainnya telah dikuasai.

Proses pembelajaran yang dilaksanakan di Kelas VIII SMP  NEGERI 3 Tamiang Layang selama ini masih mengalami berbagai kendala, diantaranya adalah kurang mampunya siswa menyelesaikan permasalahan yang sifatnya mengembang atau yang membutuhkan daya analitik yang tinggi. Hal ini diyakini karena siswa belum terbiasa menyelesaikan permasalahan secara mandiri atau terlalu banyak tergantung pada guru. Siswa belum terbiasa mendalami materi melalui permasalahan-permasalahan yang disampaikan guru, atau cenderung menerima pengetahuan dalam bentuk jadi dari guru, sehingga ketika menghadapi permasalahan yang baru, siswa banyak kesulitan memecahkannya. Hal ini menjadi dasar bagi penelitian tindakan kelas untuk mengujicobakan pembelajaran dengan metode diskusi. Keuntungan lainnya dari pelaksanaan metode diskusi adalah menciptakan kebersamaan dalam belajar dan menumbuhkan rasa senang pada siswa karena pembelajaran menjadi lebih terkesan ringan, ada kesempatan berinteraksi dengan rekan-rekannya, sehingga diharapkan mampu menjadi media dalam pelaksanaan pembelajaran yang menyenangkan. Hal ini dapat menjadi solusi atas proses pembelajaran individual yang selama ini dilaksanakan yang menimbulkan dampak kejenuhan yang tinggi bagi siswa dalam pembelajaran IPS.

Berdasarkan uraian yang menjelaskan adanya usaha meningkatkan mutu pembelajaran melalui metode diskusi dalam study group serta konsep-konsep yang mendorong penelitian terhadap penerapan suatu konsep, dalam hal ini adalah diskusi, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Tentang Kebangkitan Nasiaonal di Indonesia Melalui Metode Diskusi Kelompok Pada Siswa Kelas VIIIA SMP Negeri I Tamiang Layang”.

  1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan atas latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi adanya permasalahan sebagai berikut:

    1. Proses pembelajaran IPS yang dilaksanakan di Kelas VIIIA SMP  NEGERI 3 Tamiang Layang selama ini masih mengalami berbagai kendala, diantaranya adalah kurang mampunya siswa menyelesaikan permasalahan yang sifatnya mengembang atau yang membutuhkan daya analitik yang tinggi.
    2. Proses pembelajaran IPS secara individual yang selama ini dikembangkan menimbulkan kejenuhan yang tinggi pada siswa.
  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang dikemukakan tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

    1. Apakah pelaksanaan metode diskusi dapat  peningkatan prestasi belajar IPS materi Kebangkitan Nasiaonal di Indonesia pada  siswa kelas VIIIA Semester gasal SMP Negeri 3 Tamiang Layang Barito Timur?
    2. Apakah pelaksanaan metode diskusi dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran IPS untuk materi Kebangkitan Nasiaonal di Indonesia pada  siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Tamiang Layang?
  1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini sesuai dengan perumusan masalah yang disusun, yaitu:

    1. Untuk meningkatkan prestasi belajar IPS materi Kebangkitan Nasiaonal di Indonesia pada  siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Tamiang Layang.
    2. Untuk meningkatkan aktivitas pembelajaran IPS untuk materi Kebangkitan Nasiaonal di Indonesia pada  siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Tamiang Layang.
  1. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini dikembangkan dengan mencermati aspek kualitatif dan kuantitatif, yang diharapkan akan mampu memberikan manfaat dalam beberapa aspek, yaitu:

    1. Aspek keilmuan

Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dalam bidang teknologi pembelajaran yang cukup penting untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di sekolah.

    1. Aspek praktis

Hasil penelitian mampu menunjukkan arti penting metode diskusi bagi guru terkait di sekolah, khususnya untuk bidang studi IPS, serta untuk siswa.

      1. Untuk guru: memberikan gambaran seberapa efektif diskusi yang diterapkan dalam mempengaruhi prestasi IPS siswa, sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam memperbaiki mekanisme diskusi yang diterapkan serta pengalokasian waktu yang tepat sesuai kebutuhan.
      2. Untuk siswa: hasil penelitian tidak secara langsung berpengaruh pada siswa, akan tetapi lebih berkenaan dengan efek dari konsep yang diterapkan dan diyakini guru, sehingga prestasi siswa dapat ditingkatkan.

 

 

 

 

BAB II KAJIAN PUSTAKA
  1. Konsep Pelaksanaan Metode Diskusi

Menurut Hasibuan (1985), diskusi adalah suatu proses penglihatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar-menukar informasi, mempertahankan pendapat, atau pemecahan masalah. Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada para siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun berbagai alternative pemecahan atas suatu masalah (Hasibuan, 1985).

Terkait dengan rincian bagiaman langkah teknis dalam menyukseskan diskusi kelompok kecil, Turney (1973 dalam Mulyasa 2007: 90) mengungkapkan:

Guru harus memiliki kemampuan memimpin diskusi melalui:

  1. Memusatkan perhatian, yang dilakukan dengan cara :
    1. Merumuskan tujuan diskusi secara jelas
    2. Merumuskan kembali masalah jika terjadi penyimpangan
    3. Menandai hal-hal yang tidak relevan dengan diskusi
    4. Merangkum hasil diskusi
  2. Memperjelas masalah atau urunan peserta didik, dengan cara:
    1. Menguraikan kembali dan merangkum pendapat peserta
    2. Mengajukan pertanyaan kepada semua anggota kelompok mengenai pendapat anggota kelompok
  3. Menguraikan setiap gagaan anggota kelompok
  4. Meningkatkan urunan peserta didik dengan cara:
    1. Mengajukan pertanyaan kunci yang menantang
    2. Memberi contoh secara tepat
    3. Menghangatkan suasana dengan memberikan pertanyaan yang mengundang perbedaan pendapat
    4. Memberikan waktu berfikir
    5. Mendengarkan dengan penuh perhatian
  5. Menyebarkan kesempatan dengan berpartisipasi melalui:
    1. Memancing pendapat peserta yang kurang berpartisipasi
    2. Memberikan kesempatan pertama pada peserta yang kurang berpartisipasi
    3. Mencegah terjadinya monopoli pembicaraan oleh anak tertentu
    4. Mendorong anggota untuk mengomentari pendapat temannya
    5. Meminta pendapat peserta didik ketika terjadi kebuntuan
  6. Menutup kegiatan diskusi dengan cara:
    1. Merangkum hasil diskusi
    2. Tindak lanjut
    3. Menilai proses diskusi yang telah dilakukan

 

Setiap guru perlu memahami bagaimana proses belajar yang terjadi pada anak didik. Proses belajar mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar. Mengajar bukan sekedar kegiatan mentransfer pengetahuan tetapi merupakan proses membimbing kegiatan belajar anak. Apabila guru memahami bagaimana anak belajar, ia akan dapat memberikan bantuan sesuai dengan yang diperlukan oleh anak didik. Guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga anak didik dapat belajar dengan baik.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam proses belajar mengajar terdapat berbagai macam metode yang dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik. Salah satu diantara sekian banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru adalah metode diskusi.

Sunaryo (2002 : 49) menyatakan bahwa “… metode pembelajaran sering disebut juga sebagai instruksional, yaitu diartikan sebagai cara menyajikan isi mata pelajaran kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran (instruksional). Dalam metode pembelajaran sendiri dikenal prinsip bahwa seluruh jenis metode yang ada pada dasarnya baik. Persoalannya adalah terletak pada ketepatan guru dalam menentukannya bagi sebuah proses pembelajaran. Untuk itu memang, seorang guru dapat secara asal memilih dan menetapkan metode pembelajaran bagi kegiatan pembelajarannya.

Diskusi adalah suatu percakapan atau pembicaraan antara dua atau lebih yang bermanfaat dan berlangsung secara efektif. Dalam hal ini seorang pembimbing harus terampil dalam mengelola metode diskusi ini. Diskusi hendaknya terjadi dalam suasana persahabatan yang ditandai oleh kehangatan hubungan antar pribadi, kesediaan menerima dan mengenal lebih jauh topik, diskusi, keantusiasan berpartisipasi, serta kesediaan menghargai pendapat orang lain, serta dapat merasa aman dan bebas mengemukakan pendapatnya. Dalam metode diskusi ini, maka seorang pembimbing harus dapat mempersiapkan diri sebagai pemimpin diskusi karena guru scbagai sumber informasi dan motivator sehingga mampu memberikan penjelasan, memotivasi, dan dapat memahami kesulitan yang dihadapi siswa.

Diskusi sendiri hanya mungkin dapat dilakukan apabila terdapat masalah atau persoalan yang juga memungkinkan adanya bermacam-macam jawaban. Orientasinya adalah argumentasi yang dapat diterima. Diskusi bukan debat, yang orientasinya "menang-menangan", diskusi dilakukan dalam rangka memperoleh pemahaman yang lebih baik berkenaan dengan suatu persoalan.

Keuntungan pelaksanaan metode diskusi di kelas antara lain (Supinah, 2005: 17):

  1. Suasama kelas menjadi hidup, sebab murid-murid mengarahkan pemikirannya kepada masalah yang sedang didiskusikan. Partisifasi murid dalam metode ini lebih baik.
  2. Murid-murid berlatih kritis untuk mempertimbangkan pendapat teman-temannya, kemudian menentukan sikap, menerima, menolak atau tidak berpendapat sama sekali.
  3. Dapat menaikkan prestasi kepribadian individual seperti toleransi, sikap demokratis, sikap kritis, berpikir sistematis dan sebagainya.
  4. Berguna untuk kehidupan sehari-hari terutama dalam alam demokrasi
  5. Merupakan latihan untuk memenuhi peraturan dan tata tertib yang berlaku dalam musyawarah.
  6. Membangun kemandirian dalam belajar, bukan hanya bergantung pada penjelasan guru.

Pelaksanaan metode diskusi di kelas sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal agar tidak mengakibatkan proses diskusi justru menjadi proses yang merugikan atau menghambat jalannya proses pembelajaran. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut (Supinah, 2005: 18):

  1. Taraf kemampuan murid

Murid-murid yang masih terlalu kecil sangatlah sulit untuk melakukan proses diskusi, sebab mereka belum memahami baik-buruk, salah-benar dan belum mengerti perarturan. Pemaksaan metode diskusi untuk siswa yang belum tepat seperti ini tidak akan menghasilkan apapun, bahkan akan merugikan jalannya proses pembelajaran.

  1. Tingkat kesukuran yang memerlukan pemecahan yang serius agar dipimpin langsung oleh guru

Untuk hal-hal yang sifatnya ringan atau mudah diselesaikan, proses diskusi cenderung hanya akan membuang-buang waktu, sebab suatu masalah yang ada merupakan masalah ringan yang mudah diselesaikan secara individual.

  1. Jika pimpinan diskusi diberikan kepada murid, hendaknya diatur secara bergiliran

Hal ini hanyalah merupakan alternative dengan tujuan untuk memberikan kesempatan siswa lain mencoba kemampuannya untuk memimpin kelompok. Hal ini tidak perlu dilakukan apabila tidak terdapat siswa lain yang bersedia menjadi pemimpin, atau jika dipandang justru akan banyak menimbulkan kerugian.

  1. Guru tak boleh sepenuhnya mempercayakan pimpinan diskusi pada murid, perlu bimbingan dan control.
  2. Guru mengusahakan seluruh murid ikut berpartisifasi dalam diskusi
  3. Diusahakan supaya murid mendapat giliran berbicara dan murid lain belajar bersabar mendengarkan pendapat temannya.
  1. Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: 250), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.
Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

Menurut Hamalik (2006: 30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:

  1. Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

  1. Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

  1. Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Howard Kingsley (Dalam Sudjana, 2002: 25) membagi 3 macam hasil belajar, yaitu Keterampilan dan kebiasaan, Pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita. Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.

Dalam rangka meningkatkan keberhasilan proses pembelajaran secara menyeluruh perlu diperhatikan faktor internal dan eksternal dalam belajar-mengajar. Menurut pendapat  Slameto (1991: 45), faktor intern dibagi menjadi tiga faktor, yaitu:

        1. Faktor jasmani
          1. Kesehatan

Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Proses belajar seseorang akan terganggu apabila kesehatannya terganggu. Selain itu, ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah sehingga akan menimbulkan malas untuk belajar.

          1. Cacat tubuh

Keadaan cacat tubuh juga akan mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat, belajarnya juga akan terganggu. Biasanya seseorang yang cacat belajar di lembaga-lembaga pendidikan khusus

        1. Faktor psikologi
          1. Intelegensi

Intelegensi adalah suatu kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Walaupun begitu siswa yang mempunyai intelegensi tinggi belum tentu berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar faktor yang mempengaruhinya.

          1. Perhatian

Perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi. Jiwa itu pun semata-mata tertuju kepada suatu obyek atau sekumpulan obyek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya.

          1. Minat

Rumusan tentang minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya.

          1. Bakat

Bakat adalah kemampuan untuk belajar dimana kemampuan itu akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih.

          1. Motif

Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik.

 

          1. Kematangan

Kematangan adalah suatu tingkat (fase dalam pertumbuhan seseorang di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru). Anak yang sudah matang dan tidak disertai dengan belajar, belum pasti dapat berhasil, melainkan anak akan lebih berhasil jika kematangannya disertai dengan belajar.

          1. Kesiapan

Kesiapan itu timbul dari dalam diri seseorang dan berhubungan dengan kernatangan, karena kernatangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan perlu diperhatikan dalam proses belaJar, supaya hasil belajarya akan lebih baik.

          1. Faktor kelelahan

Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. menjadi dua, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani melihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk beristirahat. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini akan menimbulkan kurangnya konsentrasi saat belajar, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil belajar.

 

Slameto (1991: 62), juga menjabarkan faktor ekstern dibagi menjadi tiga faktor, yaitu:

  1. Faktor keluarga

Cara orang tua mendidik anak sangat besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Untuk kelancaran dan keberhasilan belajar anak, perlu diusahakan suatu hubungan yang baik antar anggota keluarga karena suasana rumah yang tentang dan tentram juga akan mendukung proses belajar siswa dalam keluarga, misalnya keadaan ekonomi keluarga, pengertian dari orang tua, dorongan atau motivasi serta perhatian dari keluarga.

  1. Faktor sekolah

Banyak faktor sekolah yang mempengaruhi belajar, yaitu :

          1. Metode mengajar
          1. Kurikulum
          2. Relasi guru dengan siswa
          1. Relasi siswa dengan siswa
          1. Tugas rumah
          2. Disiplin sekolah
          3. Pelajaran
          4. Keadaan gedung, dan lain-lain
  1. Foktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Salah satu contoh yaitu keikutsertaan anak di dalam kegiatan-kegiatan masyarakat akan menambah wawasan serta pengetahuannya, tetapi jika siswa terlalu banyak ikut dalam kegiatan masyarakat dapat mempengaruhi belajarnya karena akan mengurangi waktunya untuk belajar.

 

Faktor interen dan eksteren tersebut tidak dapat dikesampingkan oleh karena berperan secara integratif, menyatu pada dalam mempengaruhi keberhasilan proses belajar-mengajar.

  1. Pembelajaran IPS Tingkat Sekolah Dasar

Mengenai tujuan ilmu pengetahuan sosial, para ahli sering mengaitkannya dengan berbagai sudut kepentingan dan penekanan dari program pendidikan tersebut. Waterwroth, (2007: 5) menyebutkan bahwa tujuan social studies (IPS) adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara  yang baik dalam kehidupannya di masyarakat, dimana secara tegas ia mengatakan "to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic society". Tujuan lain dari IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan setiap persoalan yang dihadapinya. "We also think that the social studies should be more concerned with helping student make the most rational decicisions that they can in their  own personal lives." (NCSS, 2007). Hasan (2007: 13) mengatakan bahwa tujuan dari IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan nilai peserta didik sebagai individu maupun sosial dan budaya.   

Di sisi lain, melalui pembelajaran IPS diharapkan mampu dikembangkan aspek pengetahuan dan pengertian (knowledge and understanding), aspek sikap dan nilai (atitude and value), dan aspek keterampilan (skill) (Skeel, 1995; Jarolimek, 1993). Untuk skala Indonesia, maka tujuan IPS khususnya pembelajaran IPS pada jenjang sekolah dasar sebagimana tecantum dalam Kurikulum IPS-SMP Tahun 2006 adalah agar peserta didik mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupannya sehari-hari (Depdiknas, 2006). Ilmu pengetahuan sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya, yaitu lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dan dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya.

Pembelajaran IPS berusaha membantu siswa dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya (Cleaf, 1991). Ilmu pengetahuan sosial dibelajarkan di sekolah dasar, dimaksudkan agar siswa menjadi manusia dan warga negara yang baik, seperti yang diharapkan oleh dirinya, orang tua, masyarakat, dan agama (Somantri, 2004). Kosasih (Waterworth, 2007) dengan penekanan yang agak berbeda mengatakan bahwa pembelajaran IPS di sekolah dasar pada dasarnya dimaksudkan untuk pengembangan pengetahuan, sikap, nilai-moral, dan keterampilan siswa agar menjadi manusia yang mampu memasyarakat (civic-community). Tujuan institusional penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar menurut kurikulum 2006 (KTSP) adalah: (1) mendidik siswa agar menjadi manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila yang mampu membangun dirinya sendiri serta ikut bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa, (2) memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, dan (3) memberi bekal kemampuan dasar untuk hidup di masyarakat dan mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya (Depdiknas, 2006). Berdasarkan pada beberapa pandangan di atas, dapat diformulasikan bahwa pada dasarnya tujuan dari pembelajaran IPS pada jenjang sekolah dasar, adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta sebagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Berdasarkan pengertian dan tujuan dari IPS pada jenjang sekolah dasar sebagaimana dideskripsikan di atas, tampaknya dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Sehingga kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metoda, dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan (Lasmawan, 2008; McComak, 2007), agar pembelajaran IPS di sekolah dasar benar-benar mampu mengkondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar bagi siswa untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Karena pengkondisian iklim belajar merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan.

Pola pembelajaran IPS di SMP hendaknya lebih menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan pemahaman, nilai-moral, dan keterampilan-keterampilan sosial pada siswa. Untuk itu, penekanan pembelajarannya bukan sebatas pada upaya mencekoki atau menjejali siswa dengan sejumlah konsep yang bersifat hapalan belaka, melainkan terletak pada upaya menjadikan siswa memiliki seperangkat pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan agar mereka mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan masyarakat  lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Disinilah sebenarnya penekanan misi dari pembelajaran IPS di sekolah dasar.

Rancangan pembelajaran guru, hendaknya diarahkan dan di fokuskan sesuai dengan kondisi dan perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang dilakukannya benar-benar berguna dan bermanfaat bagi siswa (Kagan, 2004; Hasan, 2007). Dengan demikian pembelajaran Pendidikan IPS semestinya diarahkan diarahkan pada upaya pengembangan iklim yang kondusif bagi siswa untuk belajar sekaligus melatih pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilannya selama pembelajaran (Waterworth, 2007; Welton and Mallan, 1996), disamping memungkinkan siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses belajar mengajar. Dalam kedudukannya sebagai pengembang dan pelaksana proses belajar-mengajar, guru diharapkan mampu memilih dan merancang program pembelajarannya sebaik mungkin bagi pengembangan potensi diri siswanya (Meyer, 2008; Hasan, 2006). Pengembangan dan perancangan program pembelajaran ini harus di sesuaikan dengan tujuan dan esensi dari mata pelajaran yang akan di ajarkan pada siswanya. IPS merupakan mata pelajaran yang mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam usaha pembentukan warga negara yang baik dan handal sesuai dengan tujuan pembangunan nasional (Waterworth, 2007).

Pembelajaran IPS sebagai salah satu program pendidikan yang membina dan menyiapkan peserta didik sebagai warga negara yang baik dan memasyarakat diharapkan mampu mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat sehingga siswa mempunyai bekal pengetahuan dan keterampilan dalam melakoni kehidupan di masyarakat. Guru di tuntut untuk  mampu mengikuti dan mengantisipasi berbagai perubahan masyarakat tersebut, sehingga program pembelajaran yang dilakukannya dapat membantu siswa  dalam mempersiapkan dirinya sebagai warga masyarakat dan warga negara untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari.

Guru harus cermat dalam memilih model pembelajaran dan merancang program serta strategi pembelajaran, sehingga pembelajaran yang dilakukannya menjadi pembelajaran yang menarik, aktual, dan fungsional bagi siswa. Pemilihan model  pembelajaran oleh guru mempunyai dampak yang sangat esensial bagi perolehan belajar siswa. Kondisi pembelajaran IPS di Indonesia dewasa ini lebih diwarnai oleh pendekatan yang menekankan pada model belajar konvensional yang lebih banyak diwarnai dengan ceramah, sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar-mengajar (Smith, 1999; Suwarma, 1991). Suasana belajar seperti ini semakin menjauhkan peran IPS dalam upaya mempersiapkan warga negara yang baik dan mampu bermasyarakat. Kondisi pembelajaran IPS dewasa ini khususnya pada jenjang  sekolah dasar, menunjukkan indikasi bahwa pola pembelajaran yang dikembangkan oleh guru cenderung bersifat guru sentris sehingga siswa hanya menjadi objek pembelajaran.

Kondisi pembelajaran seperti di atas jelas tidak mendorong pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran, sehingga prestasi belajar yang dicapai oleh siswa juga tidak optimal, karena guru hanya mencekoki pikiran siswa dengan konsep-konsep materi pelajaran yang bersifat hapalan saja, kemudian dalam melakukan evaluasi juga hanya mengevaluasi materi yang diberikannya. Pembelajaran seperti itu, nampaknya tidak mampu menunjang dan mendorong siswa untuk mengaktualisasikan potensi dirinya secara optimal. Suasana belajar yang demikian mendorong lahirnya pola interaksi yang searah yaitu hanya dari guru ke siswa saja, sehingga akan mematikan kreativitas dan menghambat pengembangan potensi diri siswa. Model pembelajaran yang demikian, lebih cendrung berangkat dari asumsi dasar bahwa pembelajaran IPS hanya dimaksudkan untuk mentransfer pengetahuan atau konsep dari kepala guru ke kepala siswa. Akibatnya, mungkin guru telah merasa membelajarkan namun siswa belum belajar. Konsekuensi logis dari pola pembelajaran yang demikian pada dasarnya sudah merupakan pengingkaran terhadap tujuan dan peran kritis yang diemban oleh IPS. Berdasarkan indikator-indikator tersebut, nampaknya kualitas proses pembelajaran IPS dewasa ini masih sangat rendah. Kondisi pembelajaran IPS sebagaimana yang di uraikan di atas, menyebabkan siswa kurang bergairah dalam mempelajari IPS, karena siswa hanya akan berusaha menghafal materi yang diberikan oleh guru, tanpa berusaha mencari dan mengembangkan pengetahuan dan pemahamannya pada hal-hal lain yang baru untuk menunjang dan memantapkan pemahaman mereka mengenai materi IPS.

Berdasarkan analisis empirik terhadap kondisi pembelajaran IPS di sekolah dasar dan kajian terhadap tujuan, esensi, dan peran kritis yang di emban oleh IPS, nampaknya persoalan tersebut memerlukan suatu alternatif pemecahan yang sangat mendesak untuk menjembatani persoalan-persoalan seputar proses pembelajaran IPS khususnya pada jenjang sekolah dasar. Artinya, diperlukan upaya-upaya yang terprogram untuk mengubah dan memperbaiki pola pembelajaran yang selama ini dikembangkan dan dilaksanakan oleh guru berdasarkan hasil kajian secara empiris dan pragmatis tentang realita yang terjadi di lapangan. Upaya tersebut dimaksudkan agar proses pembelajaran IPS yang dilakukan oleh guru dapat mencerminkan pola interaksi belajar yang kondusif dan mendukung pengembangan potensi diri siswa secara optimal (Journal of Education, 2008; NCSS, 2007). Salah satu alternatif yang diduga mampu menjembatani persoalan tersebut adalah dengan melakukan inovasi pada model pengorganisasian materi, model pembelajaran, buku ajar, dan perangkat penilaian IPS, agar pembelajaran yang dilakukan dan dikembangkan oleh guru dapat memfasilitasi perkembangan potensi siswa secara optimal dan dan mampu melatih ketertanggapan sosial siswa terhadap berbagai masalah yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.

 

  1. Kajian Penelitian yang Relevan

Yohana (2001) melakukan penelitian tentang Pengaruh Studi Group Dalam Memahami tata bahasa Indonesia pada siswa di tingkat SMP Kabupaten Sleman, Yogaykarta”.  Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari penerapan metode diskusi terhadap penguasaan tata bahasa Indonesia, dengan signifikani 0,03. Tingkat determinansi yang dihasilkan tidak terlalu besar, yaitu 68% yang berarti bahwa 68% dari peningkatan prestasi belajar yang terjadi adalah akibat pelaksanaan metode diskusi yang dikembangkan sekolah.

Scott,J. “Impact of  Brain Storming Against Study of Sociology”, Havard University, 1981. Penelitian Kuantitatif tersebut dilakukan untuk mengukur pengaruh diskusi-diskusi tematik terhadap hasil studi sosiologi siswa di SMU (senior high school). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam batas waktu yang tidak terlalu besar, diskusi-diskusi di sekiolah mampu menunjukkan peningkatan hasil yang signifikan, akan tetapi penyelenggaraan yang berlebihan justru menjadikan siswa tidak mampu mencapai target belajar yang relevan. Penelitian ini dilakukan untuk kritik terhadap sekolah-sekolah di Amerika yang terlalu kuat menggunakan metode problem-solving dan agak mengesampingkan peran pengajar atau tutor. Berdasarkan hasil tersebut, dapat di asumsikan bahwa pemberian waktu diskusi siswa akan sangat bermanfaat ketika diseimbangkan dengan konsep mengajar tutorial dua arah (seperti yang umum dilakukan di U.S.).

  1. Kerangka Pikir Penelitian

Pelaksanaan metode diskusi memiliki berbagai sisi keuntungan yang berperan penting dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa. Metode diskusi memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan sharing pendapat, sehingga memungkinkan terjadinya transfer pengalaman dan pengetahuan antar siswa, khususnya dari siswa yang memiliki kemampuan lebih tinggi kepada siswa yang memiliki pengetahuan lebih rendah. Hal ini berarti bahwa terjadi proses transfer pengalam dan pengetahuan tambahan diluar yang dilakukan guru, sehingga pemerataan pengetahuan dan pengalaman menjadi berjalan lebih efektif. Keuntungan lainnya adalah terjadinya proses pendalaman materi secara mandiri, dimana siswa berlatih memecahkan masalah melalui referensi-referensi yang disediakan. Dengan demikian, maka pematangan konsep-konsep pengetahuan menjadi lebih baik lagi dibandingkan dengan pembelajaran secara individual. Terdapat juga keuntungan yang berupa pemandirian proses pembelajaran pada siswa, dimana siswa tidak lagi bergantung pada guru dalam memecahkan masalah, akan tetapi mulai mengembangkan pemikiran sendiri dengan mengacu pada refernsi yang ada.

Keuntungan psikologis yang dapat diambil dari metode diskusi ini adalah terciptanya suasana pembelajaran yang relax dan menyenangkan, serta terciptanya iklim kerjasama antar siswa dalam belajar.

Meskipun terdapat berbagai keuntungan, akan tetapi pelaksanaan metode diskusi yang kurang baik dapat menimbulkan efek yang merugikan apabila tidak dikembangkan dengan cara yang baik. Potensi kerugian yang mampu ditimbulkan adalah tidak tercapainya tujuan pembelajaran karena siswa tidak memanfaatkan waktu berdiskusi dengan baik akan tetapi justru menggunakannya untuk kegiatan yang tidak relevan dengan proses pembelajaran. Potensi kerugian lainnya adalah dibutuhkan waktu yang terlalu banyak apabila siswa tidak memanfaatkan waktu secara efektif atau terlalu banyaknya perdebatan antar siswa dalam mempertahankan argumentasi masing-masing.

Pelaksanaan proses pembelajaran dengan metode diskusi yang baik akan lebih mampu memunculkan dampak positif dan menekan efek-efek yang merugikan, sehingga hasil belajar siswa menjadi lebih baik daripada pelaksanaan pembelajaran secara individual.

 

  1. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan atas rumusan masalah dan kajian pustaka yang telah diuraikan, dibuat hipotesis tindakan yaitu “Pelaksanaan metode diskusi dapat meningkatkan hasil belajar IPS tentang Kebangkitan Nasiaonal di Indonesia, pada siswa Kelas VIIIA Semester gasal SMP Negeri 3 Tamiang Layang ”.

 

 

 

BAB III METODE PENELITIAN
    1. Tempat dan Waktu Penelitian
              1. Tempat penelitian

Tempat atau lokasi penelitian adalah di tempat dimana peneliti melaksanakan pembelajaran yaitu di SMP Negeri 3 Tamiang Layang , Kabuapten Barito Timur. Alasan pemilihan tempat adalah peneliti perlunya diimplementasikan metode diskusi guna pendalaman materi bagi siswa SMP Negeri 3 Tamiang Layang , Kabupaten Barito Timur.  Pemilihan tempat penelitian ini memberikan keuntungan berupa kemudahan peneliti dalam menerapkan mekanisme penelitian sesuai dengan tujuan penelitian, serta mempermudah peneliti dalam pengambilan data penelitian. Disamping itu, peneliti adalah sebagai tenaga pengajar berperan sebagai pengajar di tempat ini  memahami karakter umum siswa kelas VIIIA serta memahami lingkungan pendidikan setempat, sehingga akan lebih mudah dalam mengendalikan dan mengarahkan tindakan siswa serta lebih mudah dalam melakukan analisis penelitian.

              1. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester gasal tahun pelajaran 2014/2015.  Sejak perencanaan, sampai pada tahap pelaksanaan dan penyusunan laporan hasil penelitian dimulai awal Agustus 2014 sampai akhir Nopember 2014.

    1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan tindakan proses pembelajaran yang paling sesuai dan paling banyak memberikan keuntungan dalam proses pembelajaran di kelas. Tindakan yang hendak dilakukan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan metode diskusi kelompok dalam proses pembelajaran IPS di kelas. Tindakan ini diujikan dalam rangka menemukan langkah-langkah tindakan yang paling baik, efektif, efisien, dan paling sesuai dengan kondisi siswa-guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

    1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA SMP Negeri 3 Tamiang Layang  Kabupaten Barito Timur. Adapun jumlah seluruh siswa adalah 20 orang. Seluruh siswa sejumlah 20 orang tersebut dijadikan subyek penelitian yang akan diamati, dinilai, dan dijadikan sumber data dalam penelitian. Alasan pemilihan subyek adalah siswa kelas VIIIA merupakan siswa dimana peneliti melaksanakan proses pembelajaran, sehingga peneliti lebih memiliki keleluasaan dalam mengatur strategi belajar sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan.  Disamping itu, materi IPS kelas VIIIA sangat mendukung dan sebagian besar sesuai untuk pelaksanaan proses diskusi oleh karena banyak biagian dalam materi yang memerlukan pendalaman dan pelatihan berfikir mandiri bagi siswa. Jumlah siswa yang ada tidak terlalu banyak, hanya 20 orang, sehingga kondisi ini sangat mendukung untuk pembentukan kelompok diskusi, dan guru tidak terlalu sulit mengendalikan peserta diskusi yang jumlahnya sedikit. Kondisi umum siswa cukup antusias (responsive) terhadap kegiatan diskusi dan guru menganggap siswa kelas VIIIA semester gasal sudah cukup memiliki kedewasaan berfikir dalam menyelesaikan masalah-masalah yang sesuai dengan tingkat berfikir siswa dalam pelaksanaan diskusi.

 

    1. Teknik dan Alat Pengumpul Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan:

    1. Observasi. Menurut Arikuto (2001:30), observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencacatan secara sistematis. Dalam hal ini, peneliti dan tim observasi secara langsung mengadakan pengamatan atau observasi mengenai tindakan yang dilakukan, serta mencatat hasil-hasilnya secara sistematis.
    2. Test

Test dilaksanakan untuk mengukur hasil penelitian yang berupa prestasi belajar siswa yang menjadi subyek penelitian. Test dilakukan dengan mengembangkan soal-soal yang terkait dengan materi pembelajaran yang dikembangkan.

    1. Wawancara. Menurut Arikunto (2001:30) wawancara adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawabaan dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Dalam penelitian ini perieliti mengajukan beberapa pertanyaan pada guru dan siswa dengan tanya jawab secara langsung.

Alat pengumpula data yang digunakan adalah lembar observasi, perangkat test untuk siswa, dan dokumen-dokumen yang dapat digunakan untuk penelitian seperti catatan guru, catatan observatory, profil sekolah, dan lainnya.

 

    1. Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan kemampuan data dalam menggambarkan kondisi yang sesuai dengan maksud penelitian secara benar. Keabsahan data atau konsistensi dalam penelitian kualitatif  tersebut akan dicapai dengan cara melakukan triangulasi, dimana peneliti menggunakan berbagai teknik pengumpulan data (wawancara mendalam, pengamatan, dan dokumentasi) dari berbagai sumber, berbagai waktu dan tempat yang berbeda. Teknik Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan triangulasi metode, sebagai berikut:

    1. Triangulasi Data

Triangulasi data (sumber) adalah triangulasi yang dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek balik tingkat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber data yang berbeda-beda. Triangulasi data dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam tim observasi, wawancara dengan informan yang berbeda-beda, serta penggunaan dokumen yang berbeda-beda.

    1. Triangulasi Metode

Triangulasi metode adalah upaya mengecek tingkat kesahihan data penelitian dengan cara membandingkan data-data sejenis yang dikumpulkan dengan teknik dan metode pengumpulan data yang berbeda.

Dalam hal ini peneliti berusaha membandingkan data tertentu yang diperoleh dari berbagai teknik pengambilan data yaitu data hasil test, data dari catatan-catatan observasimaupun dari sumber dokumen-dokumen yang relevan

    1. Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan beberapa prosedur uatama, yaitu:

  1. Perencanaan tindakan.

Perencanaan tindakan merupakan penyiapan hal-hal yang dianggap perlu sebelum pelaksanaan tindakan, yakni diskusi siswa. Hal-hal yang termasuk dalam perencanaan tindakan ini adalah:

      1. Skenario pembelajaran sisw Perencanaan skenario pembelajaran dilakukan guna mengatur mekanisme pelaksanaan pembelajaran diskusi agar berjalan dengan efektif dan efisien, sehingga akan mendukung proses penelitian dan menghasilkan data penelitian yang optimal. Termasuk dalam skenario pembelajaran ini adalah:
        1. Penyiapan tema dan bahan diskusi. Hal ini dilakukan pada tahap awal, dimana guru menginformasikan pada siswa tentang materi diskusi, serta memberikan pengantar yang berupa konsep singkat sebagai bekal untuk diskusi. Dalam tahap inilah guru mengemukakan pertanyaan umpan bagi siswa sehingga siswa merasa perlu untuk berdiskusi. Hal ini merupakan salah satu motivasi bagi siswa dalam melaksanakan proses diskusi.
        2. Pengaturan tata ruang. Tata ruang diatur dengan mengatur tempat duduk secara berkelompok. Sejumlah 20 orang siswa dibagi menjadi 4 kelompok, sehingga jumlah siswa dalam kelompok tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Setiap kelompok diatur dalam posisi melingkar sehingga memungkinkan bagi anggota kelompok untuk melakukan tukar fikiran secara mudah.
        3. Pengaturan waktu diskusi. Agar siswa lebih efektif dalam melaksanakan proses diskusi, maka siswa diberi batasan waktu yang tidak terlalu panjang dan tidak terlalu sempit. Pada dasarnya pengaturan waktu diskusi dilakukan dengan pertimbangan guru terhadap tingkat kesulitan materi yang didiskusikan. Akan tetapi, rata-rata waktu diskusi bagi siswa adalah ¾ jam dari jadwal mata pelajaran IPS, atau 1 jam mata pelajaran IPS dikurangi dengan waktu persiapan dan penutupan diskusi oleh guru.
      2. Penyiapan media, bahan dan alat.  Penyiapan media, bahan dan alat dilakukan guna mendukung pelaksanaan proses diskusi. Hal-hal tersebut berupa buku teks sebagai referensi bagi siswa, papan tulis, serta diagram-diagram yang kemungkinan diperlukan guna mengarahkan cara berfikir siswa yang sistematis. Terkadang guru meyiapkan bacaan-bacaan studi kasus tertentu sebagai bahan untuk diskusi siswa.
      3. Media observasi. Dalam penelitian ini, tidak menggunakan instrument berupa angket atau kuisioner sebagai media pengambil data. Media observasi yang digunakan adalah:
        1. Media kualitatif. Media kualitatif adalah catatan-catatan yang dihimpun oleh guru mengenai keseharian respon siswa dalam setiap proses diskusi, daya tarik materi, pola berfikir dan perilaku siswa dalam diskusi, situasi pendukung, alokasi waktu, tingkat kesulitan, dan catatan-catatan lain yang dianggap akan bermanfaat dalam mendukung analisis penelitian.
        2. Penilaian melalui ulangan-ulangan harian. Oleh karena bahan diskusi adalah materi yang terkait dengan materi-materi yang dijadikan bahan ulangan, maka diskusi yang dilakukan siswa seharusnya mampu mempengaruhi peningkatan nilai-nilai ulangan harian. Dengan mengukur nilai-nilai ulangan harian siswa, maka dampak diskusi bagi seiswa secara dalam konteks pemahaman matari secara menyeluruh dapat diukur. Parameter nilai ulangan harian inilah yang dijadikan sebagai media pengukuran peningkatan prestasi siswa setelah diberlakukan proses diskusi. Nilai siswa sebelum dan sesudah diberlakukan proses diskusi dikumpulkan secara sistematis untuk diolah sebagai bahan analisis dalam penelitian.
  1. Pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan tindakan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
  1. Tahap pembukaan. Dalam tahap ini, melakukan motivasi dan apersepsi. Motivasi dilakukan untuk menciptakan minat belajar dan rasa ingin tahu dari siswa sehingga proses pembelajaran dapat dilakukan dengan antusiasme yang tinggi, bukan semata-mata dengan perintah dan tekanan. Apersepsi dilakukan dengan mengukur kemampuan awal siswa, sehingga guru lebih mudah dalam menyampaikan materi selanjutny Guru menginformasikan tema dari materi yang akan didiskusikan, menjelaksan ruang lingkup diskusi, serta memberikan materi secara singkat sebagai bahan untuk diskusi. Tahap akhir dalam tahap pembukaan ini adalah dengan pertanyaan umpan yang merangsang siswa untuk berdiskusi. Fungsi pertanyaan umpan adalah secara langsung mengarahkan konsentrasi siswa terhadap materi diskusi.
  2. Tahap pelaksanaan. Dalam tahap ini, siswa dipersilahkan membaca buku teks yang telah dipersiapkan, dan selanjutnya guru memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk materi diskusi. Siswa dipersilahkan berdiskusi dengan rekan kelompok masing-masing guna menjawab pertanyaan atau permasalahan yang diberikan. Guru memantau dan mengarahkan tindakan siswa untuk masing-masing kelompok serta memberikan pertanyaan-pertanyaan umpan-umpan guna menggiring arah berfikir siswa. Selanjutnya siswa dipersilahkan mencatat semua jawaban yang diperoleh melalui tukar fikiran dalam diskusi. Guru berperan penting dalam membatasi ruang lingkup pembicataan siswa agar tidak terlalu melebar.
  3. Tahap penutupan. Dalam tahap ini, guru mempersilahkan masing masing kelompok untuk mengemukakan hasil diskusi secara lesan. Selanjutnya, guru menyimpulkan hasil diskusi secara lesan dan tertulis.
  1. Observasi. Observasi atau pengamatan dialukan terhadap objek amatan dan cara pengamatannya.  Adapun objek amatan dalam penelitian ini adalah respon siswa, cara guru memimpin kelompok-kelompok kecil siswa, pengamatan kemampuan siswa menyelesaikan permasalahan, serta pengamatan pada nilai ulangan harian diambil dalam setiap akhir dari siklus.
  2. Refleksi. Refleksi adalah peninjauan penyelnggaraan proses pembelajaran guna mengukur pencapaian hasil kegiatan, serta mengetahui kendala-kendala yang terjadi guna merumuskan langkah strategis dalam tahap berikutnya, sehingga dicapai hasil yang lebih baik. Termasuk dalam tahap refleksi ini adalah pengukuran apakah terjadi peningkatan prestasi siswa yang signifikan setelah diadakan proses diskusi dalam semester gasal bagi siswa kelas VIIIA.

Rancangan tersebut merupakan rancangan utama dalam setiap siklus. Pada siklus II, langkah yang dikembangkan sama dengan siklus I, hanya saja dilakukan perbaikan-perbaikan sesuai dengan hasil refleksi pada siklus I untuk tercapainya perbaikan proses pembelajaran pada siklus II.

    1. Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara kualitatif, artinya data yang dihimpun disusun secara sistematis kemudian diinterprestasikan, dianalisa sehingga dapat menjelaskan pengertian dan pemahaman tentang gejala yang diteliti. Pada penelitian ini, analisis penelitian dilakukan dengan teknik yang digunakan oleh Miles dan Huberman (1992: 16), dimana terdapat tiga komponen pokok dalam analisa data, yaitu :

  1. Reduksi Data.

Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokuskan, penyederhanaan dan abstraktsi data kasar yang ada dalam suatu catatan khusus  (field note). Dengan reduksi, data dapat disederhanakan ditransformasikan melalui seleksi ketat, ringkasan penggolongan satu pola. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah proses reduksi ini melalui kegiatan pembuatan kode, menelusur informasi yang sesuai tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, dan menulis memo. Kegiatan reduksi ini masih terus-menerus berlangsung sampai setelah tahap kegiatan lapangan, bahkan sampai pada tahap penyusunan laporan penelitian. Reduksi juga merupakan bagian yang terintegratif dalam analisis yaitu dengan memilih data yang dikode, membuang data yang kurang signifikan, dan mengorganisasikan data.

  1. Sajian Data

Adalah rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset yang dilakukan, sehingga peneliti akan mudah memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Penyajian data dapat berupa teks naratif, bentuk matriks, jaringan, maupun bagan. Sajian data dilakukan dengan menggabungkan berbagai data atau informasi dalam suatu bentuk yang padu dan mudah dMatematikahami.

  1. Penarikan Kesimpulan /verifikasi

Dari awal pengumpulan data peneliti perlu mengerti apa arti hal-hal yang ditelitinya dengan cara pencatatan, pola-pola, pernyataan konfigurasi yang mapan dan arahan sebab akibat sehingga memudahkan dalam pengambilan keputusan.

Adapun rangakaian dari teknik analisis data dalam penelitian ini adalah seperti pada diagram berikut:

 

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian Data

Penarikan Kesimpulan /Verifikasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV HASIL PENELITIAN
  1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
      1. Lokasi Sekolah

Sekolah Dasar Negeri Tamiang Layang I terletak di Dusun Panderejo, Desa Tamiang Layang, , Kabupaten Barito Timur (Profil SMP Negeri 3 Tamiang Layang.  Secara geografis, letak sekolah ini cukup dekat dari jalan raya memiliki akses yang cukup mudah dijangkau oleh masyarakat sekitar. Sekolah ini terletak di tepi jalan desa, sehingga memudahkan masyarakat dan siswa dalam mengakses lokasi pendidikan di SMP Negeri 3 Tamiang Layang.

      1. Visi dan Misi Sekolah

Visi, misi, dan tujuan SMP Negeri 3 Tamiang Layang adalah sebagai berikut:

      1. Visi

Mewujudkan manusia yang bertaqwa, sehat, cerdas, terampil, dan berbudi pekerti luhur.

      1. Misi

Adapun misi sekolah adalah:

          1.  

43

Membentuk jiwa yang sehat dan bermoral agama.
          1. Menguasai pengetahuan dan keterampilan serta berbudi luhur.
          2.  
          3. Meningkatkan mutu pendidikan seduai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan iptek.
      1. Tujuan Sekolah
    1. Siswa beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlaq muli
    2. Siswa sehat jasmani dan rohani.
    3. Siswa memiliki dasar-dasar pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
    4. Mengenal dan mencintai bangsa, masyarakat, dan kebudayaannya.
    5. Siswa kreatif, terampil, dan bekerja untuk dapat mengembangkan diri secara terus menerus.
      1. Sarana dan Prasarana Sekolah

Berdasarkan data dalam profil sekolah, prasarana sekolah yang ada adalah 7 ruang kelas dari bangunan permanen,  satu ruang kantor guru, satu ruang kepala sekolah, empat ruang MCK, satu ruang UKS, serta satu halaman untuk kegiatan olah raga maupun untuk pelaksanan upacara.

      1. Kondisi Umum Siswa

SMP Negeri 3 Tamiang Layang  saat ini memiliki siswa sejumlah 149 orang. Latar belakang perekonomian siswa secara umum adalah kurang sampai baik. Mata pencaharian orang tua sebagian besar adalah petani dan pedagang, dan sebagian kecil lainnya adalah PNS. Pada dasarnya siswa banyak kesulitan dalam memperoleh fasilitas belajar seperti buku-buku dan keperluan lainnya. Dengan adanya program Bantuan Operasional Sekolah, maka dianggap cukup membantu fasilitas belajar siswa. Lingkungan keluarga siswa pada umumnya kurag mendukung sepenuhnya pemberian pendidikan yang berkualitas pada siswa. Hal ini tampak dari agak sulitnya siswa memanfaatkan waktu untuk belajar dan terbebani dengan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, serta tidak banyaknya siswa yang mengikuti bimbingan belajar tambahan diluar sekolah.

      1. Kondisi Umum Guru

Sebagian besar guru masih tamatan diploma dua, sejumlah 6 orang. Guru dengan tamatan S1 sejumlah 4 orang, dan tamatan S2 sejumlah 1 orang.

      1. Pengembangan Kurikulum

Sejak tahun 2006/2007 sampai sekarang, SMP  NEGERI 3 Tamiang Layang menggunakan kurikulum KTSP yang disusun oleh tim kurikulum sekolah dengan melibatkan guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan komite sekolah.

 

  1. Hasil Penelitian
  1. Tinjauan Kondisi Pra Pelaksanaan Penelitian

Sebelum dilaksanakannya penelitian, proses pembelajaran banyak dilakukan secara individual. Baik dalam proses penyampaian pengalaman dan pengetahuan maupun dalam pelatihan-pelatihan penguatan konsep yang dipahami siswa, siswa cenderung mengerjakannya sendiri, dengan tanpa ada interaksi dengan siswa lainnya.

Dampak dari pelaksanaan pembelajaran individual ini adalah tidak terkontrolnya kendala-kendala yang dialami siswa, sehingga siswa tetap berada dalam kondisi misskonsepsi ketika hal tersebut tidak diketahui guru. Hal ini menjadikan kelemahan tersendiri dalam proses pembelajaran IPS di Kelas VIII. Kelemahan lainnya adalah tidak terjadinya pemerataan pengetahuan, dimana siswa yang memiliki pengetahuan kurang baik tidak mendapat bantuan informasi dari rekan-rekannya untuk memperbaiki kesalahannya, bahkan siswa itu sendiri tidak menyadari kelemhan-kelemahan konsep pada dirinya. Dengan demikian, hal ini menjadikan tingginya kesenjangan pengetahuan antara siswa yang memiliki kemampuan baik dalam menyerap materi yang disampaikan guru dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah.

Motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS cukup rendah, oleh karena banyaknya hafalan dalam pembelajaran IPS. Motivasi ini tidak dapat dibangkitkan melalui pembelajaran individual karena kendala siswa dalam belajar tidak mendapatkan pemecahan dari rekan-rekannya maupun guru. Hal ini menjadikan pembelajaran IPS menjadi pembelajaran yang menjenuhkan, tidak menyenangkan bagi siswa sehingga hasil belajar siswa rata-rata cukup rendah.

Kemandirian siswa dalam belajar mendalami konsep-konsep serta memecahkan masalah cukup rendah dalam proses pembelajaran individual yang dikembangkan guru. Siswa tidak terbiasa dengan kegiatan pemecahan masalah, akan tetapi hanya terbiasa menjawab soal yang bersifat mengingatkan kembali pada konsep yang pernah diberikan. Siswa tidak terbiasa dengan permasalahan yang mengembang, sehingga siswa tidak terlatih menyampaikan ide-ide atau gagasan terkait dengan pemecahan suatu masalah dalam pembelajarn IPS.

Banyaknya berbagai kelemahan dalam pembelajaran individual ini terlihat berdampak pada rendahnya prestasi belajar siswa seperti pada table 4.1. Berikut:

Tabel 4.1. Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VIII Pra PTK

No

Nilai

Ketuntasan

1

6

Tidak tuntas

2

7

Tidak tuntas

3

7,5

Tuntas

4

4

Tidak tuntas

5

6

Tidak tuntas

6

4,5

Tidak tuntas

7

9

 tuntas

8

7,5

Tuntas

9

8

Tuntas

10

9,5

 tuntas

11

6

Tidak tuntas

12

5

Tidak tuntas

13

7

Tidak tuntas

14

9

 tuntas

15

7

Tidak tuntas

16

7,5

tuntas

17

7

Tidak tuntas

18

8,5

 tuntas

19

8

tuntas

20

5

Tidak tuntas

Rata-rata

6,95

9 siswa tuntas belajar

(Sumber: Daftar Nilai Siswa)

Hasil tersebut menunjukkan rendahnya nilai rata-rata kelas siswa, dimana nilai yang ditargetkan adalah 7,5 sedangkan nilai rata-rata yang dicapai adalah 6,95. Ketuntasan belajar siswa juga masih jauh dari KKM yang ditetapkan, dimana KKM yang ditetapkan adalah 75% siswa tuntas belajar, sedangkan ketuntasan yang dicapai baru 9 siswa tuntas belajar atau 45% siswa tuntas belajar.

  1. Pelaksanaan siklus I

Pelaksanaan suklus pertama dilakukan untuk materi peninggalan sejarah masa Hindu dan Budha.

  1. Perencanaan.  Perencanaan tindakan pembelajaran yang memanfaatkan metode diskusi untuk siswa dalam siklus I adalah sebagai berikut:
  1. Perencanaan materi diskusi

Perencanaan dilakukan dengan mempersiapkan tiga materi diskusi untuk tiga pertemuan, dengan rincian sebagai berikut:

            1. Pertemuan pertema, metode diskusi dilaksanakan untuk materi “Peninggalan Sejarah dari Masa Hindu
            2. Pertemuan kedua, metode diskusi dilaksanakan untuk materi “Peninggalan Sejarah dari Masa Budha
            3. Pertemuan ketiga, untuk penguatan materi dan assessement atau test pengukuran.

Adapun alasan pemilihan dua materi ini adalah bobot berfikir yang dituntut untuk siswa cukup berat, banyak pengetahuan baru, sehingga dirasa perlu bagi siswa untuk tukar pendapat dengan rekan-rekan, serta perlunya pendalaman materi melalui umpan-umpan pertanyaan yang diberikan sebagai materi diskusi.  Melalui diskusi, maka siswa diharapkan untuk menggali informasi lebih benyak memlalui pembelajaran mandiri dengan teks book dan melalui tukar fikiran dengan siswa lainnya. Dengan demikian, maka siswa akan mengingat apa-apa yang telah membuatnya kesulitan dan jawaban dari kesulitan tentang pemahaman kedua hal tersebut.  Perencanaan pertanyaan-pertanyaan mendasar untuk materi diskusi adalah sebagai berikut:

Pertemuan 1:

                1. Sebutkan kerajaan-kerajaan masa hindu di Jawa dan Luar Jawa, dan kapan berdirinya kerajaan-kerajaan pada masa tersebut!
                2. Apa yang dimaksud dengan prasasti?
                3. Sebutkan peninggalan-peninggalan masa Hindu yang membuktikan adanya kerajaan-kerajaan Hindu tersebut!
                4. Ceritakan sejarah raja-raja yang berkuasa dari kerajaan-kerajaan masa hindu di Jawa dan Luar Jawa secara runtut, lengkap dengan nama kerajaannya!
  1. Perencanaan teks book dan media pembantu untuk siswa. Guru mempersiapkan bahan-bahan berupa teks book BSE IPS Kelas VIII Karangan Reny Yuliati dan Ade Munajat, referensi artikel-artikel dan penelitian dari internet, dan media pembantu seperti gambar-gambar visual tentang prasasti-prasasti serta peta-peta yang penting. Guru mempersiapkan bahan-bahan pembantu yang dapat membantu pemahaman siswa seperti data-data tentang organisasi dan lembaga di sekitar sekolah, sehingga diharapkan akan mampu menumbuhkan gambaran (image) dalam fikiran siswa tentang organisasi dan lembaga.
  2. Perencanaan alokasi waktu pelaksanaan tindakan diskusi siswa. Setiap diskusi dilakukan hampir satu jam pelajaran untuk siswa dikurangi dengan alokasi waktu untuk penjelasan materi secara singkat sebelum dilakukan diskusi, alokasi waktu untuk penyusunan tata ruang, mempersiapkan alat peraga, teksbook dan media lainnya yang dibutuhkan. Jumlah alokasi waktu tersebut sekitar 15 menit. Alokasi waktu daiatur dengan mebagi tiga waktu untuk pelaksanaan diskusi yaitu waktu persiapan, pelaksanaan, dan penutupan untuk diskusi. Waktu penutupan sekitar 15 menit.
  3. Perencanaan media data. Media data yang dimaksud adalah alat pencatatan data-data yang diperlukan dalam penelitian. Alat-alat tersebut seperti tabel kendala-kendala yang dialami dalam pelaksanaan proses diskusi, tabel hasil diskusi siwa, tabel pola tingakah laku siswa dalam diskusi, tabel nilai dari jawaban-jawaban siswa dalam diskusi, serta tabel tentang kondisi saat pelaksanaan diskusi.
  4. Perencanaan tata ruang. Tata ruang direncanakan dalam kondisi melingkar untuk masing-masing kelompok. Pengertian melingkar bukan berarti membentuk lingkaran, akan tetapi dalam posisi yang memungkinkan siswa untuk saling berhadapan, dengan meja di tengah para siswa yang berhadapan dalam satu kelompok. Jumlah kelompok adalah empat kelompok, sehingga setiap kelompok terdiri atas lima orang. Sementara itu, di papan tulis dibuat atau ditempel gambar-gambar yang dipersiapkan oleh guru guna mendukung dalam mempermudah pemahaman siswa tentang materi yang di diskusikan. Posisi untuk masing-masing kelompok dibuat cukup jauh sehingga mengurangi interaksi berlebihan antar kelompok.
  1. Pelaksanaan tindakan (action) . Tindakan diskusi siswa dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.  Pelaksanaan tindakan ini mencakup langkah-langkah berikut:
  1. Pertemuan 1
  1. Tahap Pendahuluan: Motivasi dan Apersepsi
  1. Motivasi: Bertujuan untuk menumbuhkan gairah belajar dan merangsang rasa keingin tahuan siswa. Teknik: Dilakukan dengan cerita singkat dan dialog dua arah guru dengan siswa. Guru secara singkat menceriterakan bahwa dulu bangsa Indonesia tidak seperti sekarang ini, akan tetapi masih berbentuk kerajaan-kerajaan yang jumlahnya banyak, dipimpin raja-raja. Dilanjutkan dengan Tanya jawab untuk merangsang keingin tahuan siswa, selanjutjutnya guru menjelaskan konsep singkat tentang kerajaan-kerajaan pada masa hindu. Siswa dirangsang untuk ingin tahu dengan pertanyaan “Bagaimana bisa mengetahui hal itu, apa buktinya?” Guru meningformasikan Manfaat dan tujuan dari proses pembelajaran dalam rangka memuaskan keingin tahuan siswa, sehingga siswa diharapkan menjadi berminat dan antusias mengikuti proses pembelajaran.
  2. Apersepsi: Bertujuan mengukur kemampuan awal siswa. Teknik: Tanya jawab tentang bagaimana siswa mengetahui bukti adanya Patih Gadjah Mada yang sangat terkenal beserta kerajaan Majapahit. Pertanyaan-pertanyaan lain juga disampaikan guru untuk mengukur pengetahuan awal siswa tentang agama-agama tua dan agama yang datang terakhir di Indonesia.
  1. Tahap Inti: Pelaksanaan diskusi

Guru menyampaikan tujuan diskusi dengan bahasa yang menarik, yaitu “Untuk memuaskan keingin tahuan siswa tentang sejarah kerajaan-kerajaan pada masa Hindu berserta bukti peninggalannya”. Guru memberikan penjelasan singkat tentang pokok materi yang dianggap penting yaitu pengertian masa Hindu di Indonesia dan fakta-fakta pendukungnya. Guru selanjutnya membentuk kelompok siswa, setiap kelompok terdiri dari sekitar 5 anak, selanjutnya menunjukkan aturan-aturan dalam diskusi termasuk pengaturan waktu, kelompok, dan aturan tentang peran setiap siswa dalam kelompok. Guru meminta siswa menyiapkan buku-buku, dan guru membagikan artikel-artikel penting beserta gambar-gambar untuk bahan referensi bagi siswa. Guru memberikan pertanyaan untuk bahan berdiskusi, seperti pertanyaan:

  1. Ketika kamu mempelajari kerajaan, kamu akan menemukan batu-batu bertulisan, benda-benda peninggalan yang digunakan orang-orang masa itu, yang disebut dengan prasasti. Coba kamu cari tahu apa yang dimaksud dengan prasasti!.
  2. Setelah berdskusi, kamu semua menjadi tahu tentang prasasti, coba agar lebih mengerti bagaimana orang-orang pada masa itu, coba cari tahu apa saja bukti-bukti yang sebanyak-banyaknya tentang adanya kerajaan-kerajaan masa itu dan bukti kondisi masyarakat saat itu!
  3. Dari bukti-bukti itu, selanjutnya kamu akan bisa mengetahui kerajaan-kerajaan apa saja yang ada di Jawa dan Luar Jawa pada masa itu, coba sebutkan!
  4. Setelah berdiskusi, kamu semua  sudah menjadi ahli sejarah, paham dengan kejadian masa lamapu, sekarang silahkan menceritakan sejarah raja-raja yang berkuasa dari kerajaan-kerajaan masa hindu di Jawa dan Luar Jawa secara runtut, lengkap dengan nama kerajaannya!

Dalam proses diskusi, guru membimbing masing-masing kelompok berdasarkan kebutuhan dan pertanyaan-pertanyaan yang diutarakan oleh masing-masing kelompok siswa. Terkadang guru menjawab pertanyaan melaui pertanyaan pancingan yang mengarahkan cara berfikir siswa. Guru juga berperan dalam mengendalikan sikap siswa yang terkadang kurang kendali, mendominasi kelompok, melakukan interaksi berlebihan atau yang tidak perlu, mengelola waktu pelaksanaan, serta menutup kegiatan diskusi dengan mempersilakhkan masing-masing wakil kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi, dan guru merangkum secara singkat hasil diskusi siswa. Guru menjelaksan dengan gambar-gambar peraga pada siswa.

  1. Tahap Penutupan: Kesimpulan

Pada tahap kesimpulan, masing-masing kelompok membuat kesimpulan. Guru meluruskan kesimpulan-kesimpulan diskusi, dan meminta siswa mencatat konsep-konsep penting dari diskusi yang dilaksanakan. Pencatatan kesimpulan dibuat dalam table-tabel yang mempermudah siswa untuk menghafal, memahami, dan mengkajinya.

  1. Pertemuan 2

Pertemuan 2 dilakukan untuk materi peninggalan sejarah masa Budha. Proses pembelajaran yang dilaksanakan sama dengan proses pada pertemuan 1 pada materi peninggalan sejarah masa Hindu, hanya berbeda pada topic dan pertanyaan-pertanyaan diskusi yang disampaikan. Pertanyaan untuk pengantar atau bahan diskusi pada pertemuan 2  ini adalah:

  1. Apa yang dimaksud masa Budha?
  2. Sebutkan kerajaan-kerajaan pada masa Budha di Jawa dan Luar Jawa!
  3. Sebutkan bukti-bukti peninggalan kerajaan-kerajaan masa Budha.
  4. Ceritakan sejarah kerajaan-kerajaan masa Budha!

Tahap-tahap pada pertemuan 2 ini sama dengan pada pertemuan 1, yaitu mencakup tahap (1) Pendahuluan, meliputi motivasi dan apersepsi; (2) Tahap inti, meliputi pelaksanaan proses diskusi dan pembimbingan kelompok kecil oleh guru; (3) Tahpa penutupan yang merupakan pembuatan kesimpulan kelompok, pelurusan kesimpulan oleh guru, dan pencatatan kesimpulan dalam bentuk table seperti pada pertemuan 1.

  1. Pertemuan 3

Pertemuan 3 ini merupakan tindakan “Pengambilan Kesimpulan” atas pembelajaran pada pertemuan 1 dan 2. Kegiatan pembuatan kesimpulan sekaligus dilakukan bersama-sama guru dan siswa melalui Tanya jawab dan dialog untuk mengingat kembali materi sebelumnya. Tahap selanjutnya adalah test pengukuran hasil belajar secara individual.

  1. Observasi. Peran guru sebagai peneliti dibantu tim observasi adalah merekam seluruh data yang dianggap penting pada media data. Adapun data-data yang terekan dalam kegiatan diskusi siswa dalam siklus pertama adalah sebagai berikut:
  1. Kendala-kendala yang dialami dalam dua diskusi yang dilakukan meliputi:
  1. Dari empat kelompok yang masing-masing beranggotakan lima siswa, terlihat ada tiga kelompok yang mana terdapat dominasi pengambilan keputusan dalam membuat jawaban pada salah satu siswa. Siswa yang dominan adalah siswa yang memiliki prestasi bagus (ranking kelas). Siswa yang tidak memiliki ranking kurang percaya diri dan cenderung menyerahkan jawaban pada siswa yang berprestasi.
  2. Siswa sangat memerlukan penjelasan-pemjelasan tentang persoalan yang diutarakan, sehingga guru cenderung kewalahan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang terlalu banyak dikemukakan siswa. Guru dituntut untuk benar-benar memahami kekurangmampuan siswa dalam memahami masalah, sehingga perlu mengarahkan cara berfikir siswa dan menunjukkan bagian teksbook yang berkaitan secara langsung.
  3. Siswa banyak melakukan perdebatan yang kurang terarah sehingga guru dituntut aktif dalam membantu pemikiran siswa.
  4. Referensi yang tersedia jumlahnya terbatas dan tidak mencukupi untuk seluruh siswa. Hal ini mengakibatkan tidak efektifnya peran siswa yang tidak mendapat bagian referensi buku.
  5. Terdapat 40% siswa yang kurang berani mengemukakan pendapat atau merasa tidak mampu memecahkan masalah yang ada. Hal ini mengakibatkan guru harus intensif memberikan motivasi secara langsung pada siswa-siswa tersebut.
  1. Hasil yang dicapai

Pengukuran hasil yang dicapai secara langsung dalam sesi diskusi dilihat dari berbagai faktor berikut:

  1. Hasil jawaban siswa. Dari seluruh pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam dua sesi diskusi yang ada, dimana masing-masing diskusi diberikan tiga pertanyaan, rata-rata kebenaran dari jawaban adalah 75%. Terdapat dua kelompok yang memiliki jawaban-jawaban yang hampir sempurna yang keakuratan jawaban tersebut mencapai 90%. Sementara itu, terdapat satu kelompok diskusi yang memiliki keakuratan jawaban hanya 50%.  Berikut adalah daftar nilai kelompok pada Siklus I:

Tabel 4.4. Daftar Nilai Kelompok Pada Siklus I

(Sumber: data diolah)

  1. Nilai test.

Nilai test siswa yang dilaksanakan pada akhir siklus I menunjukkan penguasaan materi yang dimiliki siswa. Nilai test siklus I ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5. Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VIII Siklus I

No

Nilai

Ketuntasan

1

7

Tidak tuntas

2

7,5

tuntas

3

7,5

Tuntas

4

6

Tidak tuntas

5

7

Tidak tuntas

6

6

Tidak tuntas

7

9

 Tuntas

8

9

Tuntas

9

9

Tuntas

10

9

 tuntas

11

6,5

Tidak tuntas

12

5

Tidak tuntas

13

7,5

tuntas

14

9

 tuntas

15

7

Tidak tuntas

16

7,5

tuntas

17

8

Tuntas

18

8,5

 tuntas

19

8

tuntas

20

6

Tidak tuntas

Rata-rata

7,5

12 siswa tuntas belajar

(Sumber: Daftar Nilai Siswa)

Hasil test siswa menunjukkan terjadinya peningkatan nilai rata-rata siswa yang telah mencapai target yang ditetapkan guru, yaitu 7,5. Ketuntasan belajar baru mencapai 12 siswa yang tuntas belajar atau baru 60% siswa yang tuntas belajar, sedang KKM yang ditetapkan guru adalah 75% siswa tuntas belajar. Hal ini menunjukkan masih perlunya perbaikan proses pembelajaran dengan metode diskusi agar KKM yang ditetapkan guru tercapai.

  1.  Refleksi tindakan

Dari data tentang kendala dan pengukuran hasil yang dicapai, maka ditempuh tindakan sebagai berikut:

  1. Dilakukan penyebaran siswa berprestasi secara hampir merata pada kelompok-kelompok siswa. Hal ini dilakukan untuk memberikan kepercayaan diri pada kelompok yang sebelumnya kurang mampu memecahkan masalah. Disamping itu, dengan penyebaran siswa yang berprestasi, maka diharapkan siswa siswa tersebut mampu membantu siswa yang tidak berprestasi dan merangsangnya untuk turut berperan dalam bertukar pendapat.
  2. Pemberian motivasi melalui sanjungan dan pemberian keyakinan pada siswa yang kurang berani berpendapat bahwa dirinya memiliki jawaban yang cukup bagus. Hal ini diikuti dengan pemberian peran untuk menyampaikan jawaban kelompoknya pada sesi penutupan diskusi.
  3. Guru memberikan fotokopian referensi lebih banyak kepada siswa agar seluruh siswa dapat membaca referensi. Disisi lain, guru meminta siswa untuk mengkopi bahan sendiri pada hari sebelum dilaksanakannya proses diskusi
  4. Guru mengarahkan siswa dengan sering memberikan pertanyaan-pertanyaan umpan yang menggiring pada jawaban yang dikehendaki  di tengah proses diskusi agar perdebatan siswa lebih menyesar. Hal ini untuk mengurangi banyaknya perdebatan siswa yang kurang terarah.
  5. Siswa diberi penjelasan banhwa mereka bebas mengemukakan pendapat dengan acuan teksbook yang disediakan. Guru membantu memberikan tanda-tanda khusus pada bagian-bagian materi yang penting di teksbook. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi terlalu banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan siswa. Sebelum diskusi guru memberikan kebebasan siswa untuk bertanya, sehingga dapat mempermudah siswa dalam memahami persoalan. Guru juga memberikan contoh-contoh singkat yang nyata yang terkait dengan lingkungan yang sekiranya dekat dengan siswa.
  6. Untuk mencegah dominasi siswa yang berprestasi, guru menggilir setiap anggota kelompok untuk mengemukakan jawaban.
  1. Pelaksanaan Siklis II
  1. Perencanaan.
  1. Perencanaan Materi. Adapun materi yang direncanakan untuk siklus II adalah Peninggalan Sejarah Masa Islam. Materi ini terkait materi dalam siklus I sehingga dianggap menguntungkan untuk proses didkusi. Perencanaan materi pada siklus II ini juga dilakukan untuk tiga pertemuan sebagai berikut:
  1. Pertemuan 1, materi: Kerajaan Islam di Jawa
  2. Pertemuan 2, materi: Kerajaan Islam di Luar Jawa
  3. Pertemuan 3, materi: Penarikan kesimpulan dan test pengukuran.
  1. Perencanaan teksbook. Sesua dengan refleksi dalam siklus I, teksbook diperbanyak dan sebelum digandakan guru menandai bagian-bagian yang dianggap penting. Siswa diberi penjelasan untuk mempelajari bagian-bagian tersebut sebelumnya
  2. Perencanaan media data, waktu alokasi diskusi dan tata ruang. Perencanaan ini dilakukan sama dengan pada siklus pertama tanpa perubahan.
  1. Pelaksanaan (action)

Pelaksanaan siklus II dilakukan sesuai dengan perencaaan pada siklus II dan hasil refleksi pada siklus I, dilakukan melalui 3 pertemuan sebagai berikut:

  1. Pertemuan 1.
  1. Tahap pendahuluan: Motivasi dan Apersepsi
  1. Motivasi: Sama seperti siklus I, motivasi bertujuan untuk menumbuhkan gairah belajar dan merangsang rasa keingin tahuan siswa. Teknik: Dilakukan dengan cerita singkat dan dialog dua arah guru dengan siswa. Guru secara singkat menceriterakan bahwa dulu perkembangan agama Islam juga melalui kerajaan-kerajaan, sehingga terbentuk kerajaan-kerajaan Islam, yang dilanjutkan dengan Tanya jawab untuk merangsang keingin tahuan siswa. Tanya jawab dalam siklus II ini banyak diwarnai dengan tepuk tangan, pujian, dan dorongan yang tinggi pada siswa yang belum mampu menjawab untuk menumbuhkan kepercayaan diri yang tinggi. Guru bantak memberikan harapan-harapan pada siswa tentang potensi siswa memahami materi lebih baik, potensi yang belum dimaksimalkan, dan potensi riil di masa datang untuk kehidupan siswa di masa depan. Tahap selanjutjutnya, guru menjelaskan konsep dan kronologi  singkat tentang kerajaan-kerajaan pada masa Islam. Siswa dirangsang untuk ingin tahu dengan pertanyaan “Bagaimana bisa mengetahui hal itu, apa buktinya?” Guru meningformasikan Manfaat dan tujuan dari proses pembelajaran dalam rangka memuaskan keingin tahuan siswa, sehingga siswa diharapkan menjadi berminat dan antusias mengikuti proses pembelajaran.
  2. Apersepsi: Bertujuan mengukur kemampuan awal siswa. Teknik: Tanya jawab tentang bagaimana siswa mengetahui ceritera-ceritera kerajaan-kerajaan Islam dari film, televise, radio, media bacaan, dan lainnya. Pertanyaan-pertanyaan lain juga disampaikan guru untuk mengukur pengetahuan awal siswa tentang agama-agama tua dan agama yang datang terakhir di Indonesia.
  1. Tahap Inti Pembelajaran: Proses Diskusi

Proses pembelajaran dengan metode diskusi pada siklus II ini sama dengan proses pada siklus I, ditambah dengan poin-poin hasil refleksi pada siklus I yang dimasukkan pada perencanaan siklus II, diantaranya adalah guru memperbanyak teksbook, memberikan tanda pada bagian bagian penting dalam teks book, menyebarkan siswa berprestasi adar merata untuk setiap kelompok, memberikan motivasi untuk memupuk kepercayaan diri dan keberanian mengemukakan pendapat, menggilir setiap siswa dalam kelompok untuk mengemukakan jawaban, dan memberi kesempatan pada siswa yang tidak berprestasi untuk menyampaikan hasil diskusi pada tahap penutupan diskusi. Guru juga memberikan umpan-umpan pertanyaan yang menggiring pada jawaban persoalan yang dikehendaki dalam pertengahan proses diskusi. Pertanyaan untuk materi diskusi pada pertemuan 1 adalah:

  1. Pada masa dulu, agama Islam menyebar sehingga banyak bermunculan kerajaan-kerajaan Islam. Melalui para wali (wali songo), banyak mempengaruhi keberhasilan penyebaran agama Islam di Jawa. Sebutkan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, tahun berdiri, dan nama raja-rajanya!
  2. Apa saja bukti-bukti peninggalan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa!
  3. Ceriterakan dengan runtut sejarah kerajaan-kerajaan tersebut!

Proses diskusi dilaksanakan dengan lebih sistematis, dimana guru lebih aktif memantau kinerja siswa dan memberikan solusi atas kesulitan-kesulitan siswa melalui pertanyaan-pertanyaan umpan, sehingga siswa dengan sendirinya aktif memecahkan masalah yang dimilikinya. Guru berperan sebagai pembibing, menggaris bahwahi hal-hal yang penting, serta menguapayakan semua siswa aktif terlibat dalam diskusi dengan cara memberlakukan system menjawab bergilir pada siswa dalam masing-masing kelompok. Guru juga membangkitkan motivasi melalui penilaian kinerja siswa dalam kelompok, sehingga siswa memperoleh imbalan berupa nilai yang baik untuk perilaku diskusi yang baik. Siswa diminta saling menghargai pendapat, dan melakukan chek pendapat siswa pada referensi-referensi yang diberikan.

  1. Tahap Penutupan: Kesimpulan

Perumusan kesimpulan oleh siswa dilakukan dengan membuat table atas jawaban-jawaban siswa untuk pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru dalam dikusi, sama seperti pada siklus I.

  1. Pertemuan 2

Pertemuan 2 dilakukan untuk materi Kerajaan-Kerajaan Islam di Luar Jawa, dengan mengacu pada pertanyaan:

  1. Sebutkan kerajaan-kerajaan Islam di luar Jawa, letak, beserta dengan nama raja-rajanya!
  2. Sebutkan bukti-bukti peninggalan kerajaan Islam di luar Jawa!
  3. Sebutkan perbedaan corak kerajaan-kerajaan Islam di luar Jawa dengan kerajaan Islam di Jawa.
  4. Buat cerita kronologi kerajaan-kerajaan Islam di luar Jawa!

Teknik pelaksanaan pembelajaran dengan metode diskusi pada pertemuan 2 sama dengan pelaksanaan metode diskusi pada pertemuan 1, hanya saja materinya yang berbeda. Pada pertemuan 2 ini, juga dilakukan penyebaran siswa-siswa yang berprestasi pada kelompok-kelompok siswa, dilakukan pemberian motivasi lebih baik melalui pujian, pemberian harapan, penentuan skala keunggulan yang tinggi, pemecahan masalah melalaui pertanyaan-pertanyaan umpan, serta pembimbingan secara intensif sehingga siswa dapat memanfaatkan waktunya secara optimal dalam berdiskusi. Dalam tahap akhir, yaitu sesi penutupan, siswa juga diminta membuat kesimpulan dengan tabulasi hasil-hasil diskusi.

  1. Pertemuan 3

Sama seperti pada siklus I, pertemuan tiga dilakukan untuk penguatan konsep yaitu membuat kesimpulan atas semua hasil pembelajaran pada siklus II dengan cara Tanya jawab, pertanyaan umpan, dan solusi kesulitan siswa, dan dilanjutkan dengan test pengukuran hasil belajar siswa.

  1. Observasi
  1.  Kendala-kendala yang dihadapi:

Dalam siklus II, kendala yang dihadapi jauh berkurang. Kendala yang masih terasa adalah masih terdapatnya sebagian kecil siswa (sejumlah 6 siswa) yang terlihat sulit memahami persoalan. Setelah diamati, siswa siswa tersebut merupakan siswa yang memeliki intelegensi (IQ) yang kurang baik.

  1. Hasil yang dicapai
  1. Berdasar jawaban dalam pertanyaan diskusi. Dari pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan, pada sesi duskusi pertama keakuratan jawaban rata-rata kelompok adalah 83%, dan tidak ada kelompok yang memiliki keakuratan jawaban dibawah 50%. Berikut adalah daftar nilai kelompok pada Siklus II

Tabel 4.8. Daftar Nilai Kelompok Pada Siklus II

(Sumber: data diolah)

  1. Berdasar nilai ulangan. Nilai rata-rata test  siswa adalah 8,0. Berikut adalah daftar nilai ulangan pada siklus II:

Tabel 4.9. Daftar Nilai Test dalam Siklus II

No

Nilai

Ketuntasan

1

7

Tidak tuntas

2

8

Tuntas

3

7,5

Tuntas

4

7,5

Tuntas

5

8,5

Tuntas

6

7

Tidak tuntas

7

9,5

 Tuntas

8

9

Tuntas

9

9

Tuntas

10

9,5

 tuntas

11

7,5

Tuntas

12

6,5

Tidak tuntas

13

7,5

tuntas

14

9

 tuntas

15

7,5

Tuntas

16

8

Tuntas

17

8

Tuntas

18

8,5

 Tuntas

19

8

Tuntas

20

7,5

Tuntas

Rata-rata

8,0

17 siswa tuntas belajar

(Sumber: Daftar Nilai Siswa)

Hasil test tersebut menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa pada siklus II baik dilihat dari nilai rata-rata siswa maupun ketuntas belajar siswa. Nilai rata-rata pada siklus II mencapai 8,0 dengan 17 siswa tuntas belajar atau 85% siswa tuntas belajar. Angka ini telah melebih target yang ditetapkan guru.

  1. Refleksi

Dari kendala yang dihadapi, yaitu lemahnya enam  siswa dalam memahami persoalan yang diakibatkan oleh kurangnya intelegensi siswa, maka guru perlu memberikan perhatian lebih pada siswa-siswa tersebut dalam bentuk memberikan semangat dan motivasi berupa sanjungan agar siswa bersedia belajar lebih giat, memberikan teksbook lebih awal pada hari-hari sebelum dilaksanakannya diskusi, serta secara intensif memperhatikan perkembangan siswa. Sementara itu, dari hasil nilai jawaban dan ulangan yang diberikan, terlihat jelas adanya pengurangan kendala yang dihadapi dan adanya peningkatan prestasi siswa.

 

  1. Pembahasan

Proses pelaksanaan diskusi merupakan proses yang melibatkan interaksi antara siswa dengan siswa lain dan siswa dengan guru. Dalam diskusi yang dilakukan pada siswa kelas 5 semester gasal SMP Negeri I Tamiang Layang  Kabupaten Barito Timur, terlihat terjadinya peristiwa-peristiwa penting yang dialami siswa sebagai berikut:

  1. Terjadi kondisi yang menggiring siswa untuk memahami permasalahan secara mandiri, dengan dibantu guru sebelum proses pelaksanaan diskusi. Dengan diskusi, siswa dengan sendirinya akan mencari jawaban dari persoalan-persoalan yang dikemukakan dalam diskusi. Proses ini merupakan proses penciptaan kondisi yang mengarahkan siswa untuk berkonsentrasi pada materi.
  2. Terjadi kondisi yang membuat siswa mampu mengaitkan materi dengan kondisi lingkungan sekitar. Dalam proses diskusi yang secara khusus dibimbing guru untuk melihat kondisi sekitar yang terkait dengan materi, serta dengan tukar pendapat dengan rekannya, secara tidak langsung akan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang materi yang terkait dengan kondisi lingkungan sekitar. Akan tetapi, proses pendewasaan melaui pengaitan materi dengan lingkungan ini sangat meununtut inisiatif guru
  3. Terjadi transfer pengetahuan. Transfer pengetahuan terlihat sangat efektif dilakukan oleh siswa yang berprestasi terhadap siswa yang kurang berprestasi. Transfer pengetahuan ini terjadi melalui proses bertanya pada siswa yang kurang berprestasi kepada siswa yang berprestasi. Dengan demikian, maka transfer pengetahuan merupakan proses alamiah dalam diskusi.
  4. Transfer metodik belajar. Siswa kelas 5 semester gasal merupakan siswa yang memiliki latar belakang heterogen, dimana tidak semua siswa memiliki wawasan tentang cara belajar yang baik. Dalam proses diskusi, secara tidak langsung siswa yang memiliki prestasi baik menunjukkan bagaimana dirinya belajar, dan siswa yang kurang berprestasi cenderung menirunya. Hal ini tampak sangat jelas dalam setiap kelompok yang melaksanakan proses diskusi dalam setiap suklus yang diterapkan. Kondisi ini merupakan kondisi yang sangat menguntungkan dalam proses belajar-mengajar.
  5. Terjadi proses pemahaman faktor-faktor merugikan

Dengan proses diskusi, maka guru dapat melihat dengan jel;as bagaimana perilaku siswa kelas 5 semester gasal di SMP Negeri I Tamiang Layang . Perilaku yang dapat diamati meliputi perilaku konsentrasi siswa pada materi pelajaran, perilaku belajar, kondisi psikologis atau mentalitas siswa, serta perilaku lain yang tidak mendukung proses belajar yang baik. Dengan demikian, apabila ditindak lanjuti oleh guru, maka akan dapat dilaklukan tindakan positif untuk mengeliminasi faktor-faktor yang merugikan tersebut.

  1. Terjadi interaksi siswa dengan siswa

Proses interaksi siswa dengan siswa membangun kedekatan psikis antar siswa yang dapat memunculkan suasana akrab dan tidak malu untuk bertanya. Kondisi ini juga menguntungkan proses belajar mengajar di sekolah.

  1. Terjadi interaksi guru dengan siswa

Proses interaksi yang umum dilakukan guru dengan siswa adalah interaksi satu arah, dimana guru memberi penjelasan dan siswa mendengarkan. Dengan proses diskusi, terlihat bahwa siswa memiliki kesempatan bertanya lebih bebas, dan guru dapat memberikan motivasi dan bimbingan dengan lebih baik secara langsung dan tidak langsung.

  1. Terjadi penguatan ingatan tentang materi

Proses diskusi menggiring siswa untuk memahami persoalan dan menemukan jawaban sendiri. Dengan demikian maka siswa mengalami proses usaha memahami permasalahan, pencarian jawaban, dan penemuan jawaban. Dengan demikian, secara alamiah siswa akan terkonsentrasi pada materi terkait. Hal ini mengakibatkan siswa lebih mudah mengingat materi-materi yang telah ditemukan sendiri oleh siswa.

Proses diskusi bukanlah merupakan proses mudah tanpa kendala. Penerapan metode siklus dilakuka untuk dapat memahami bagaimana kendala yang muncul dan mengeliminasi kendala-kendala tersebut sehingga dalam siklus akhir terbentuk sebuah konsep diskusi yang paling relefan untuk siswa kelas 5 semester gasal SMP Negeri I Tamiang Layang , Barito Timur.  Dari tiga siklus yang dilakukan, terbukti bahwa pada siklus ke I berhasil ditangkap adanya kendala-kendala yang menghambat keberhasilan diskusi, dan hal ini dijadikan sebagai refleksi untuk perencanaan pada siklus II. Hasil yang diperoleh dalam siklus II mengalami peningkatan yang lebih baik setelah dilakukan pemecahan masalah terhadap faktor yang merugikan. Meskipun demikan, masih terdapat kendala yang muncul.

 Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa secara umum proses diskusi yang diterapkan dengan metode siklus ini memberikan hasil yang signifikan. Apabila dibandingkan dengan nilai rata-rata sebelum silaksanakannya proses diskusi pada semester gasal, nilai rata-rata setelah siklus II jauh mengalami peningkatan yang tampak adalah sebagai berikut:

Tabel 4.10. Daftar Nilai Rata-rata Sebelum dan Setelah PTK

 

Pra PTK

siklus I

Siklus II

Nilai Test

76,95

7,5

8,0

Ketuntasan

45%

60%

85%

(Sumber: data diolah).

Tabel tersebut menunjukkan adanya peningkatan prestasi yang cukup signifikan pada siswa kelas 5 setelah diberlakukannya proses diskusi. Hal ini juga bisa ditampilkan dalam grafik berikut:

Gambar 4.2. Grafik Peningkatan Hasil Belajar

Terlihat bahwa Garis yang menunjukkan nilai rata-rata siswa dan ketuntasan belajar siswa tersebut mering ke kanan atas atau menuju kwadran (ruang) bersumbu positif (dalam grafik, nilai negatif ditunjukkan dengan garis ke keri pada sumbu horizontal dan garis ke bawah pada sumbu vertical). Garis tersebut disebut juga sebagai garis kecenderungan (trend). Kecenderungan bukanlah kondisi yang sebenarnya terjadi, akan tetapi merupakan kondisi dalam pandangan secara umum atau kondisi secara garis besar. Dengan demikan, maka grafik tersebut menunjukkan kecenderungan adanya peningkatan prestasi setelah dilakukan proses diskusi dan sebelum diskusi.

 

 

 

BAB V PENUTUP

  1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan penelitian sebagai berikut:

  1.  

76

Metode diskusi yang dikembangkan di Kelas VIIIA SMP  Negeri 3 Tamiang Layang  yang paling efektif menggunakan langkah-langkah: (1) Pendahuluan, meliputi motivasi dan apersepsi; (2) Inti Pembelajaran, yang meliputi (a) Membentuk kelompok-kelompok kecil di kelas; (b) Membagikan referensi yang diperlukan, meliputi textbook dan artikel-artikel serta gambar-gambar yang berkaitan; (c) Memberikan tanda pada bagian-bagian yang penting dalam text book; (d) Menyebarkan siswa berprestasi pada setiap kelompok; (e) Memberikan motivasi (dorongan) untuk memupuk percaya diri dan tantangan pada siswa melalui pujian, harapan, dan keyakinan pada potensi siswa serta menetapkan standar keunggulan yang tinggi; (f) Memberikan giliran pada siswa dalam setiap kelompok untuk menyampaikan jawaban dan gagasan; (g) Memberikan kesempatan siswa yang kurang berprestasi untuk menyampaikan hasil diskusi; (h) Menggunakan pertanyaan-pertanyaan umpan yang menggiring pada jawaban persoalan yang dikehendaki dalam pertengahan proses diskusi; (3) Penutupan, dilakukan dengan pembuatan kesimpulan hasil bealajar dan test pengukuran hasil belajar.

  1. Metode diskusi yang baik dapat dilakukan dengan metode siklus yang memiliki berbagai kelebihan, diantaranya adalah segera diketahuinya kendala-kendala yang merugikan pelaksanaan proses diskusi serta diketahuinya efektivitas dari alternatif-alternatif pemecahan masalah yang diberlakukan oleh guru.
  2. Proses diskusi yang diterapkan pada siswa kelas VIIIA semester gasal SMP Negeri 3 Tamiang Layang  Kabupaten Barito Timur menunjukkan adanya hasil positif yang berupa peningkatan prestasi siswa yang cukup signifikan untuk mata pelajaran IPS. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa pengaruh yang nyata terlihat sebagai akibat dari penerapan proses diskusi untuk materi IPS siswa kelas VIIIA semester gasal SMP Negeri 3 Tamiang Layang .
  1. Saran

Bagi siswa sekolah, diskusi merupakan strategi yang sangat penting untuk diterapkan, guna menciptakan suasana baru dalam belajar. Implementasi proses diskusi sebaiknya diikuti dengan penggalian informasi untuk mengurangi faktor-faktor yang merugikan dan untuk menemukan bagaimana proses yang paling efektif untuk diterapkan.

Jumlah siklus dalam suatu metode sisklus sebaiknya disesuaikan dengan kondisi siswa dan bobot persoalan yang dihadapi. Apabila faktor penghambat keberhasilan proses diskusi lebih banyak, maka diperlukan rantai siklus yang lebih panjang.

Bagi peneliti, sangat penting dilakukan penelitian umum untuk menemukan formulasi-formulasi baru dalam proses diskusi sehingga bermanfaat dalam proses belajar-mengajar, khususnya untuk siswa sekolah dasar.

DAFTAR PUSTAKA

RuSMPyo Kusumaningrat. 2001. Problematika Kependidikan di Indonesia. Jurnal Kependidikan No 12 Vol 5.

H.A. Syamsudin Makmun. 2007. Psikologi Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Enco Mulyasa. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja RoSMPakarya

Carol, G. 1999. Effective Study Group: Teaching Technic in Classroom. New York: Harvard University

Slameto. 2002. Pengantar Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset

Loree, H. 1970. Foundation of Modern Teaching. Oxford: Oxford University

Elley, Johanna and Gerlach, H. 1971. Teaching Techniques. McGraw Hill

Mudjiono. 1999. Evaluasi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

J.A Miles dan Hubermen, P. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: UI Press

Suharsimi Arikunto. 2007. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

 

 

 

 

 

 

 




Write a Facebook Comment

Komentar dari Facebook